Apresiasi Pementasan Drama Koran
Resensi Drama Koran
Para pembaca setia Artikel Kami, pada kesempatan kali ini akan dipublikasikan sebuah postingan yang membahas tentang apresiasi drama berjudul koran.
Awal adegan dimulai dengan seorang wanita penjaga warung yang dipijat oleh
kakek tua dan perbuatan mereka tertangkap oleh kamera seorang wartawan.
Pencahayaan terlalu lama dalam adegan ini, sehingga membuat pemain terpaksa mematung
untuk beberapa saat. Saat lampu padam, adegan dilanjutkan oleh adegan obrolan
antara penjaga warung dan kakek tersebut. Pemeran kakek tidak dapat berbicara
dengan nada dan pola selayaknya seorang kakek. Selain itu, kostum yang
digunakan kakek itu kurang cocok dengan pakaian orang-orang paruh baya.
Baca Juga : Apresiasi Pementasan Drama Padang Bulan
Pada adegan seorang yang
melaporkan kepada penjaga warung bahwa penjaga warung telah masuk koran,
pemeran pelapor berita kurang dapat menunjukkan ekspresi orang panik dan kaget.
Pemeran cenderung berbicara dengan nada orang yang santai dan tidak menunjukkan
kepanikannya. Sementara itu, situasi lahan parkir dipertegas dengan penambahan
aksesoris sepeda, marka jalan dsb. Anak
dari penjaga warung itu adalah seorang yang idiot. Pemeran anak idiot dapat
membawakan dengan baik perannya dengan dilengkapi properti yang ia pakai.
Tingkah laku dari pemeran tersebut sangat mirip dengan anak keterbelakangan
pada umumnya dan mampu membawakan mimik seorang yang keterbelakangan.
Munculnya penjual jamu
diiringi dengan musik yang merepresentasikan pekerjaannya itu. Properti tukang jamu juga melengkapi
penampilannya sebagai seorang tukang jamu. Adegan pembicaraan dalam pementasan
drama ini banyak menggunakan bahasa
jawa. Dari logat tersebut dapat dibayangkan bahwa latar drama ini terjadi di
tanah jawa. Latar cerita drama ini berfokus pada warung si Sanah penjaga
warung.
Konflik yang ditampilkan dalam drama ini seharusnya ditandai dengan
pencahayaan warna merah atau berkedip. Pada adegan kepergoknya si penjaga
warung yang tengah berselingkuh dengan seorang kakek, si suami dari penjaga
warung itu marah dan mengambil kayu di belakang panggung untuk memukul si kakek. Kayu yang digunakan untuk memukul
kakek sebaiknya ditempatkan dalam jangkauan yang dekat dari si suami agar si suami
ini tidak perlu repot-repot mengambil properti di belakang panggung. Dengan
demikian, kenaturalan dalam mendramakan peran dalam lakon berjudul Koran ini dapat terus terjaga.
Pertimbangan lainnya adalah bahwa dalam membawakan suatu lakon drama dalam
skala nasional maupun internasional tentu drama tersebut harus mempunyai
kerapatan yang sangat bagus. Yang dimaksud dengan kerapatan adalah alur dan
arus dialog antarpemain harus terus terjadi dengan sistematis dan lancar. Dalam
kasus ini, jika ada satu properti saja yang luput untuk dibawa sehingga seorang
pemain drama harus mengambil properti tersebut ke belakang panggung, maka akan
terjadi suatu jeda yang harus diisi oleh pemain lain. Dengan kata lain,
kesiapan drama tidak hanya dinilai dengan kesiapan dalam membawakan sebuah peran
tetapi juga harus disiapkan faktor pendukung lainnya berupa sarana dan pra
sarana.
Post a Comment for "Apresiasi Pementasan Drama Koran"