Apresiasi Pementasan Drama Monumen
RESENSI DRAMA MONUMEN
Apresiasi drama adalah suatu upaya untuk menilai baik dan buruk dari suatu karya sastra berupa drama dengan objektif. Karya sastra yang berwujud drama memiliki satu ciri khas yang tidak dimiliki karya sastra jenis lain, yaitu pementasan. Sebelumnya, Artikel Kami telah mengapresiasi pementasan drama padang bulan. Sama halnya dengan karya sastra lain, mengapresiasi suatu lakon drama pasti tidak akan terlepas dari unsur intrinsik, unsur kultural, dan unsur psikologis dalam drama.
Cerita diawali dengan obrolan antar patung yang terpatri
pada sebuah monumen. Monumen itu didirikan untuk mengenang jasa pahlawan yang pada masa penjajahan Belanda, gugur dalam
pertempuran di kota itu. Monumen itu dalam keadaan terlantar, tak terawat.
Bahkan pada salah satu patung terdapat sebuah sampah yang melekat di wajahnya.
Para patung kerap kali mengolok-olok patung yang paling tidak terawat itu. Para
lakon yang memerankan patung terkesan kurang sedikit kaku dalam memerankan
pergerakan patung. Kostum yang ada kurang mendukung dengan latar sekitarnya. Di
lingkungan yang terkesan kumuh tapi memakai baju putih bersih.
Baca Juga : Apresiasi Pementasan Drama Koran
Baca Juga : Apresiasi Pementasan Drama Koran
Adegan
selanjutnya, muncul tokoh Yu Seblak,
Karep, Kalur, dan Ajeng. Mereka sama-sama membicarakan tentang kehidupan
mereka. Yu Seblak dan Ajeng yang notabene adalah seorang tuna susila dilakonkan
dengan kurang “genit” oleh pemain. Sementara Kalur dan Karep tidak
didukung oleh properti pakaian yang
mencerminkan kehidupan mayarakat kumuh dan kotor. Kemudian cerita berlanjut,
seorang petugas muncul dan merencanakan memugar monumen itu. Yu Seblak dkk, gelisah, karena terancam terusir dari kompleks monumen yang
sudah mereka tinggali sejak lama. Namun sebaliknya, para pahlawan yang dipatungkan
itu, justru berdebat. Untuk merealisasikan pemugaran dan usulan perubahan status
menjadi pahlawan nasional, karena hanya ada dua dari lima patung itu yang akan dipugar dan dijadikan pahlawan nasional. Dalam adegan kejar-kejaran antara pencopet
dan satpam diiringi oleh bunyi tabuhan. Pencahayaan seharusnya diubah menjadi
lampu merah, karena dalam adegan ini
seharusnya menjadi sebuah adegan yang cukup menegangkan.
Adegan dalam pertikaian
antara Yu Seblak dkk. Dan petugas penggusur monumen itu terkesan anarkis dan
tidak terkontrol. Pemain melempar segala sesuatu yang ada di panggung ke
penonton. Para lakon seharusnya dapat menciptakan sesuatu yang menegangkan,
dengan berteriak lebih keras dan melakukan gesture
seperti orang yang hendak bertarung. Lighting
dalam adegan ini sudah mengakomodasi keperluan adegan pertengakaran ini.
Akhir cerita ditutup dengan tewasnya Yu Seblak dkk dan para patung yang sudah
dirobohkan. Sense dari akhir cerita
yang menyedihkan ini dibubumbui oleh musik yang lembut dan dapat menggiring
penonton untuk merasakan kesedihan karena dirobohkannya monumen pahawan
tersebut.
Post a Comment for "Apresiasi Pementasan Drama Monumen"