Apresiasi Pementasan Drama Padang Bulan
Resensi Drama Padang Bulan
Apresiasi drama, tidak berbeda dengan apresiasi karya sastra yang lain, baik itu berupa analisis unsur intrinsik, analisis unsur kultural maupun analisis unsur psikologis semuanya berpegang pada satu prinsip dasar, yaitu penilaian yang sebenar-benarnya mengenai pengalaman membaca dan melihat terhadap suatu karya sastra.
Pementasan drama ini
diawali oleh pembacaan puisi oleh dua orang perempuan dan pembacan puisi ini
dilengkapi oleh sejumah instrumen musik yang mendukung terciptanya suasana dan tersampaikannya pesan
yang ingin disampaikan oleh sutradara. Satu perempuan membacakan puisi yang
mewakili sisi yang mencintai budaya negeri Indonesia dan perempuan yang satu berpihak pada modernitas
karena dia menganggap Indonesia harus mengikuti arus globalisasi sehingga
Indonesia tidak menjadi kuper dalam pergaulan internasional. Setelah selesai membacakan puisi, adegan pertama dimulai dengan munculnya tiga anak kecil yang sedang
bermain permainan anak-anak dengan hukuman bagi yang kalah untuk menari.
Tetapi, dalam pementasan drama ini justru ketiga anak kecil itu yang menari
bersama. Kostum yang digunakan pelakon peran anak-anak seharusnya dipertegas
dengan penambahan aksesoris seperti permen, dsb. Satu hal yang patut dicermati
adalah munculnya wanita yang memihak pada pelestarian budaya indonesia dalam
adegan sebelumnya. Sutradara secara implisit ingin menyampaikan pesan bahwa apa
yang dilakukan anak kecil itu melambangkan kebersamaan khas ala Indonesia.
Setelah itu, ketika anak-anak itu sedang bermain, muncul pasangan kakek nenek
yang mengajak anak-anak untuk duduk bersama dan bercerita sesuatu yang menarik
dan ketika nenek hendak menceritakan sesuatu, lampu padam.
Baca Juga : Apresiasi Pementasan Drama Monumen
Apresiasi Pementasan Drama Koran
Baca Juga : Apresiasi Pementasan Drama Monumen
Apresiasi Pementasan Drama Koran
Adegan selanjutnya menceritakan tentang seorang anak
kecil yang menginginkan hdup di perkotaan. Lalu, muncul seorang politikus yang
merasa risih dengan anak itu dan meminta petugas keamanan untuk mengusirnya.
Kemudian seorang nenek muncul dan menolong anak itu, dan menjelaskan bahwa
sebenarnya rumah anak itu bukan di kota tetpi ada di desa. Cerita dalam cerita
yang ada dalam drama ini sebenarnya
menuntut jumlah pemain yang banyak. Kelompok mencoba mengakali dengan
memberikan peran ganda kepada satu pemain, tetapi hal ini justru akan
membingungkan audiens guna memahami peran yang dilakonkan setiap pemain.
Pergantian adegan juga tidak diikuti dengan pergantian latar yang dilakonkan.
Properti yang tersedia sebenarnya kurang mendukung isi cerita drama padang
bulan ini. Begitu pula dengan pembawaan karakter tokoh yang masih kental
dengan sifat dewasanya pada saat membawakan peran anak-anak.
Adegan berikutnya kembali berfokus pada permainan
anak-anak. Seorang anak kemudian tertidur dan seolah-olah bermimpi tentang dua
temannya yang lain. Tetapi, dua temannya itu bersikap aneh dan tengah asik
dengan permainan masing-masing dan tidak menghiraukan ajakan temannya. Kemudian
lampu padam, setelah itu muncul dua pembaca puisi membacakan puisinya. Namun,
berbeda dengan adegan pertama tadi, kali ini kedua pembaca puisi mengamini
pentingnya mencintai budaya sendiri dan tidak terpengaruh oleh pengaruh asing.
Drama ini mencoba menyampaikan sebuah pesan penting bahwa dalam arus
globalisasi yang demiikia deras, Indonesia harus mempunyai kkarakter tersendiri
di mata dunia, yaitu dengan tidak menanggalkan nilai-nilai luhur kebudayaan
yang telah lama ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pencahayaan dari
drama ini memberikan efek yang sesuai dengan isi drama, yaitu alur flashback.
Post a Comment for "Apresiasi Pementasan Drama Padang Bulan"