Budaya Minum Kopi dalam Novel Cinta Di Dalam Gelas
Analisis Unsur Kultural Novel Cinta di Dalam Gelas Karya Andrea Hirata
Karya sastra merupakan
gambaran tentang apa yang ada dan terjadi dalam kehidupan masyarakat. Sebuah
karya sastra tidak hanya mencerminkan fenomena individual secara tertutup melainkan lebih merupakan sebuah proses
hidup. Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi
pengarang serta refleksi terhadap gejala-gejala sosial budaya di sekitarnya.
Oleh karena itu, kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan
masyarakat.
Sering sekali suatu
karya sastra yang disajikan memiliki suatu ciri khas yang tidak dimiliki oleh
karya sastra lain. Ciri khas yang dihadirkan oleh suatu karya sastra dapat
berupa kebudayaan suatu masyarakat yang ada dalam lingkup pranata sosial
tertentu. Setiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang berwujud
sebagai komunitas desa, atau kota,atau sebagai kelompok adat yang lain. Dapat
menampilkan suatu corak yang khas. Kebudayaan merupakan sesuatu yang sudah menjadi
kebiasaan dan susah untuk diubah (Fathoni, 2006:46). Selain unsur kultural, analisis unsur intrinsik prosa fiksi juga dapat menampilkan corak khas suatu karya sastra.
Paparan Aspek Kultural
Kebudayaan merupakan
unsur kohesi antara individu dan membentuknya menjadi satu kelompok dalam
rangka memelihara eksistensi manusia di dalam lingkungan hidupnya. Manusia
berbudaya harus responsif terhadap sesuatu yang luhur dalam kehidupan, selalu
mencari nilai kebenaran, keindahan dan kebaikan. Kebudayaan memiliki ciri,
yaitu penyesuaian manusia kepada lingkungan hidupnya dalam rangka untuk
mempertahankan hidupnya sesuai dengan kondisi yang menurut pengalaman atau
tradisinya merupakan yang terbaik. Berdasarkan paparan tersebut maka dalam
tulisan ini akan dibahas tentang budaya minum kopi pada masyarakat Belitong
dalam novel Cinta di dalam Gelas.
Andrea Hirata dalam novel Cinta di dalam Gelas berkisah tentang suasana warung kopi yang menjadi salah satu ciri
khas masyarakat Melayu
Belitong. Warung kopi adalah salah satu sentralisasi kegiatan orang-orang
melayu Belitung selain pasar. Setiap harinya warung kopi akan ramai ditempati
oleh para lelaki Melayu. Kebiasaan meminum kopi yang telah mengakar dalam
masyarakat Belitong ini telah menjadi sebuah kebudayaan yang unik dari
masyarakat Belitong. Setiap tegukan dari segelas kopi seperti sebuah keharusan.
Meminum kopi di warung kopi di pasar Manggar bukan hanya soal tentang
menghabiskan waktu luang atau sekadar melepas dahaga, tetapi ada seni yang
indah, budaya yang menarik serta segala sesuatu tentang lika-liku kehidupan
masyarakat Belitong, seperti yang akan dipaparkan berikut ini.
Baca juga : Analisis Unsur Kultural Prosa Fiksi
Baca juga : Analisis Unsur Kultural Prosa Fiksi
Warung kopi yang ada di Belitong adalah sebuah fenomena. Jika
dilihat dari kutipan tersebut, maka dapat diketahuilah bahwa jumlah warung kopi
yang ada di pasar Manggar sangatlah banyak. Hal ini dapat saja disebabkan oleh
dua faktor utama, yaitu karena memang warung kopi di sana memang sudah ada
sejak lama dan yang kedua karena memang kefanatikan masyarakat Belitong
terhadap kopi, sehingga untuk memenuhi banyaknya permintaan kopi diperlukan
jumlah warung kopi yang lebih banyak lagi. Selain itu, pekerjaan menjual kopi
sudah dianggap sebagai sebuah mata pencaharian yang menjanjikan karena memang
konsumsi masyarakat Belitong terhadap kopi tidaklah pernah surut. Latar
belakang yang beragam dari masyarakat Belitong tidak menghalangi rasa cinta
mereka terhadap minuman bercita rasa khas ini.
Keterikatan Budaya dan Karya Sastra
Warung
kopi, seperti kutipan di atas menjadi sebuah sarana masyarakat untuk berkumpul.
Di sana, terdapat banyak korban PHK massal yang menimpa perusahaan timah yang
pada mulanya berjaya mengeruk hasil alam di Belitong. Mereka menjadikan warung
kopi sebagai sarana untuk berkumpul dengan kerabat maupun koleganya dan
terdapat pula orang-orang yang menumpahkan segala keluh kesahnya pada setiap
tegukan kopi yang ia minum. Seperti yang telah diketahui, masyarakat Belitong
terlalu bergantung dengan PN Timah dan ketika perusahaan yang pernah gilang
gemilang itu kolaps maka runtuhlah semua
harapan finansial mereka. Seperti yang telah dijelaskan di dalam novel
Laskar Pelangi, kebanyakan masyarakat Belitong tidak mempunyai keahlian lain
selain menambang timah. Jadilah warung kopi itu sebagi tempat berkontemplasi
bagi korban PHK massal dan sebagai tempat satu-satunya untuk membanggakan diri
karena hanya di sanalah mereka dapat berinteraksi dengan ratusan orang yang
senasib selain karena mereka sangat senang dengan suasana kebersamaan.
Hal
lain yang sering dilakukan oleh
masyarakat Belitong di warung kopi adalah bermain catur. Kegemaran ini tumbuh
seiring dengan menjamurnya warung-warung kopi yang ada di Belitong dan mereka
rela menghabiskan waktu berjam-jam untuk meminum kopi serta bermain catur.
Bahkan pada sebagian warung kopi kerap kali dilakukan lomba bermain catur yang
diadakan di warung-warung kopi di pasar Manggar dan tentu saja dengan memesan
segelas kopi. Dapat
disimpulkan bahwa minum kopi bagaikan sebuah keharusan bagi masyarakat
Belitong. Keharusan itu ditunjukkan dengan semakin banyaknya warung kopi yang
berdiri dan orang-orang yang rela menempuh jarak puluhan kilometer hanya demi
segelas kopi. Nilai budaya yang dapat dipetik dari hal tersebut adalah kopi
telah mengikat masyarakat Belitong pada suatu titik yang disebut internalisasi,
yang membuat mereka bahkan rela menempuh jarak yang dianggap sangat jauh hanya
untuk meneguk minuman yang berwarna hitam ini.
Ketersediaan
kopi yang melimpah di negara ini dan semakin banyak produk-produk kopi kemasan
tidak membuat para pecinta kopi di Belitong berpaling dari kopi yang ada warung
kopi. Walaupun kadang kopi yang digunakan di warung kopi itu sama dengan yang
tersedia di rumah, tetapi masyarakat di sana lebih memilih untuk minum kopi di
warung kopi daripada di rumah. hal itu yang sering dikeluhkan oleh para istri
di sana. Maka dapat disimpulkan bahwa meminum kopi di warung kopi itu lebih
membudaya daripada meminum kopi buatan istri sendiri di rumah.
Salah satu sisi
yang ditonjolkan dalam novel Cinta di Dalam Gelas ini adalah nilai budaya yang
ada pada masyarakat Belitong. Budaya yang ada pada masyarakat Belitong adalah
tentang arti sebuah kopi bagi orang Melayu yang menjadi ciri khas Masyarakat
Belitong. Ciri
khas yang dihadirkan oleh suatu karya sastra dapat berupa kebudayaan suatu
masyarakat yang ada dalam lingkup pranata sosial tertentu. Setiap kebudayaan
yang hidup dalam suatu masyarakat yang berwujud sebagai komunitas desa, atau
kota,atau sebagai kelompok adat yang lain. Dapat menampilkan suatu corak yang
khas. Kebudayaan merupakan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan susah untuk
diubah.
Menjaga budaya agar tidak hilang itu memang sangat penting. Setuju dengan Andrea Hirata.
ReplyDeleteternyata semua memiliki arti dalam sebuah novel ya
ReplyDeletekeren infonya bang..!!
ReplyDeletemantapp,,
Nice info :) (y)
ReplyDeleteseru nih gan, setu sama admin ini , budaya harus selalu di lestarikan
ReplyDelete