Masyarakat Aneka Bahasa
Komunikasi Antarbudaya dan Diglosia
Berbicara mengenai budaya komunikasi, seperti hakikat sosiolinguistik yang telah dijelaskan dalam artikel sebelumnya selalu berkaitan dengan penggunaan bahasa dalam masyarakat. Masyarakat yang homogen tentu memiliki budaya komunikasi yang cenderung sama, begitu pula sebaliknya masyarakat heterogen cenderung sering beradaptasi sesuai dengan lawan bicaranya. Dengan adanya keterikatan antara bahasa dan etnik, bahasa dan usia, dan bahasa dan jenis kelamin tentunya faktor dan variabel yang mempengaruhi budaya komunikasi dalam masyrakat sangat beragam. Terutama, bagi orang-orang yang tinggal dalam lingkup masyarakat aneka bahasa.
Suatu wilayah yang dihuni masyarakat
dengan beragam bahasa itulah yang disebut dengan masyarakat aneka bahasa. Oleh
karena itu, tanpa disadari sebagian besar dunia dibangun atas kebiasaan
bahasa-bahasa kelompok (Mulyana &
Rakhmat, 2009:117).
Contoh negara dengan masyarakat aneka bahasa di antaranya ialah Indonesia,
India (14 bahasa), Filipina (6 bahasa regional), Nigeria (3 bahasa regional),
Soviet Rusia (85 kebangsaan dengan bahasa sendiri), Kanada (bahasa Inggris,
Perancis, Indian, dan Eskimo), serta Amerika (10 bahasa).
Perkembangan masyarakat aneka bahasa
dipengaruhi oleh empat hal. Empat hal tersebut yaitu: migrasi, penjajahan,
federasi, dan wilayah tapal batas. Dengan adanya 4 hal tersebut menjadikan
masyarakat yang terdapat dalam suatu wilayah itu menjadi beraneka ragam bahasa
dan budayanya. Sehingga dalam masyarakat tersebut timbulah
kebudayaan-kebudayaan asing terutama dalam hal bahasa (Soedjatmoko, 2001:67).
Efek yang ditimbulkan akibat adanya
masyarakat aneka bahasa adalah (1) munculnya masyarakat bilingual atau
multilingual, (2) batas bangsa dan bahasa menjadi tidak jelas, (3) hubungan
etnik dengan jenis kelompok lain juga tidak jelas, (4) muncul konsepsi
nasionalitas dan nasion. Nasionalitas merupakan kelompok sosial yang tidak
didasarkan atas wilayah. Jadi dapat disimpulkan bahwa nasionalitas tidak perlu
memiliki wilayah otonomi sendiri. Oleh karena itulah nasionalitas bebas
persoalan politik (negara) atau bersifat netral. Nasionalitas ini dikembangkan
dan didukung oleh nasionalisme. Peran bahasa dalam nasionalisme diantaranya
ialah sebagai penghubung kejayaan masa lampau dan keotentikan, bagian dari
sejarah, identifikasi diri yang konstrastif, serta menyatukan dan memisahkan.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa peran bahasa dalam nasionalitas tidak
begitu terlihat. Sedangkan nasion merupakan satuan politik teritorial di bawah
kendali nasionalitas, terdiri dari berbagai etnik, dan mengacu masalah
kekuasaan pragmatik. Peran bahasa dalama nasion terlihat sangat gamblang. Hal ini
dapat dilihat dari bidang ekonomi dan bidang pendidikan. Efek yang ditimbulkan
selanjutnya adalah (5) timbulnya masalah, diantaranya ialah keanekabahasaan
bekerja berlawanan dengan arah nasionalisme, sulit dalam menentukan pilihan
bahasa nasional, dan dalam tataran praktis masalah yang ditimbulkan ialah
masalah ekonomi, industri, dan gangguan sosial. Hal ini senada dengan pendapat Mulyana & Rakhmat (2009:11) yang menyatakan bahwa keanekaragaman
bahasa dalam satu wilayah itu menimbulkan banyak masalah karena sulitnya dalam
hal berkomunikasi.
Diglosia dalam ragam bahasa menurut Ferguson terdiri atas sembilan segi. Sembilan segi tersebut
ialah (1) fungsi yang merupakan kriteria penting dalam menentukan penggunaan
ragam dialek atas (RDA) dan ragam dialek bawah (RDB). RDA digunakan dalam
situasi formal sedangkan RDB digunakan dalam situasi informal. (2) Prestise
dalam RDA dianggap lebih unggul dan gagah sedangkan RDB lebih rendah atau
inferior. (3) Warisan tradisi tulis menulis menunjukkan banyaknya kepustakaan
yang ditulis dalam RDA. (4) Pemerolehan bahasa bahwa RDA dapat diperoleh
melalui pengajaran formal sedangkan RDB dipelajari secara normal dan bahkan
tanpa kesadaran. (5) Pembakuan dapat ditunjukkan dari kaidah baku yang ditulis
dalam RDA. (6) Stabilitas, bahwa adanya kehendak pertahanan dua bahasa. (7)
Tata bahasa menunjukkan bahwa RDA lebih rumit dan jika diterjemahkan dalam
dialek rendah terasa sangat kaku, sedangkan RDB lebih sederhana. (8) Kosa kata antara
RDA dan RDB berpasangan, misal bentuk dasar asma
untuk RDA dan nama untuk
RDB. Yang terakhir ialah (9) ciri
fonologi bahwa RDA dan RDB membentuk struktur fonologi tunggal.
Post a Comment for "Masyarakat Aneka Bahasa"