Naskah Drama 'Sudah Gila'
SUDAH GILA
BAGIAN SATU
PANGGUNG BERBENTUK PERSEGI PANJANG KONVENSIONAL DAN TERDIRI DARI BEBERAPA RUMAH. DI DEPAN SALAH SATU RUMAH TERDAPAT TIANG BENDERA. DI SALAH SATU SUDUT LATAR PANGGUNG TERDAPAT SEBUAH POS RONDA. PENERANGAN SALAH SATU LATAR AKAN DIMATIKAN JIKA TIDAK DIGUNAKAN.
Seorang ayah yang baru saja menjadi duda tampak sekali gusar dalam duduknya. Ia duduk di kursi teras rumahnya yang sederhana. Ia memegang foto almarhumah istrinya dan menatap foto tersebut dalam-dalam. Adiknya yang mengetahui kondisi kakaknya tersebut berusaha untuk mengibur kakaknya
Adik : (Menarik nafas dalam-dalam) Sudahlah kak, Istrimu itu sudah tiada.
Pak Amir : (Hanya memandang sekilah adiknya lalu melanjutkan memandangi foto).
Adik : Istrimu itu orang yang sangat baik. Ia juga meninggal dalam keadaan yang mulia.
Pak Amir : Iya (dengan nada rendah dan tanpa semangat).
Adik : Istrimu meninggal dalam persalinan anak pertamanya. Ia telah berusaha sekuat tenaga untuk bertahan. Tapi, apa daya Gusti Allah berkehendak lain. Gusti Allah pasti memberikan tempat yang layak untuk istrimu.
Pak Amir : Aamiin. Aku hanya bisa berdo’a untuk dia. Tapi kehilangan dia secepat ini rasanya masih saja susah untuk diterima. Dia orang yang baik, kenapa tak bajingan-bajingan saja yang diambil nyawanya. Tak ada gunanya orang-orang seperti mereka hidup.
Adik : Aku juga tak tahu. Itu rahasia Tuhan.
Pak Amir : iya, ini rasanya tak adil. (dengan nada sedih)
Adik : Tuhan Maha Kuasa, kita semua hanya hambanya.
Pak Amir : Aku tak ingin menyalahkan Tuhan, dokter, ataupun rumah sakit yang menanganinya.
Adik : Lalu?
Pak Amir : Entahlah. Masih kikuk rasanya hidup tanpa seseorang yang biasa menemani setiap saat.
Adik : Aku mengerti perasaanmu, kak.
Pak Amir : Biasanya jam segini dia sedang memasak sayur kangkung, makanan kesukaanku.
Adik : Sudahlah, Kak.
Pak Ami : Mungkin sudah saatnya. (menelungkupkan foto yang ia genggam lalu berdiri)
Adik : Makanlah dulu sana! Sudah beberapa hari ini kau tidak memakan nasi sesuap pun.
Pak Amir : Aku tak ingin menjadi gila karena hal ini.
Baca Juga : Sinopsis Drama Sudah Gila
BAGIAN KEDUA
LAMPU REDUP LALU PADAM. FOKUS PENCAHAYAAN BERPINDAH KE SALAH SATU RUMAH YANG TERDAPAT BEBERAPA ORANG SEDANG MENGOBROL.
Begitulah kejadian seperti ini berulang-ulang terus hingga beberapa bulan. Situasi seperti demikian tak ayal menjadikan situasi masyarakat menjadi tidak kondusif. Pak Amir menjadi bahan pergunjingan tetangga-tetangganya karena kelakuannya dari hari ke hari semakin menjauhi status orang yang sehat walafiat khususnya kesehatan jiwanya.
Tetangga 1 : Heh... Heh... Ssstt . sini sini kalian berdua! (dengan berbisik)
Tetangga 2 : Ada apa, jeng? (penasaran)
RT : Mau gosip lagi ya kalian itu? Kerjaan kalian tetap aja nggosip terus. (tidak tertarik)
Tetangga 1 : Eh,,, jangan salah sangka dulu. Ini bukan gosip sembarang gosip. Ini gosip ada hubungannya dengan Pak Amir.
Tetangga2 : Pak Amir yang baru ditinggal istrinya, maksudmu?
RT : (Mendekat kepada tetangga 1) Emang ada apa dengan pak Amir?
Tetangga 1 : Tadi katanya gak mau dengerin gosip, giliran sekarang jadi pengen tahu. Lelaki sekarang juga suka gosip ya ternyata.
RT : Sudah jangan banyak bicara! Cepat katakan! Emang ada apa dengan dengan pak Amir?
Tetangga 2 : Iya jeng, ada apa dengan pak Amir? Kayaknya berita panas ini. (wajah semangat)
Tetangga 1 : sabar, sabar. Menurut kabar burung yang beredar ini pak Amir itu ...
Belum sempat menyelesaikan pembicaraannya, orang yang mereka bicarakan tiba-tiba muncul sambil menenteng tas plastik yang berisi sayur kangkung.
Pak Amir : Permisi pak, bu.
Tetangga1,2,RT: Iya , pak.
Pak Amir : Mari. (pergi menuju rumahnya)
Tetangga yang hendak menggunjingkan pak Amir terkejut dengan kemunculannya.
Tetangga 1 : Haduh, yang tadi itu hampir saja. Untung pak Amir tidak sempat mendenga perkataanku barusan.
RT : Perkataan apa? Orang kamu saja belum ngomong apa-apa dari tadi waktu pak Amir lewat.
Tetangga 2 : Iya jeng, pak Amat betul. Jeng tadi belum ngomong apa-apa. Tadi yang mau dikatakan sama jeng itu apa?
Tetangga 1 : Oh begitu ya (tersenyum). Yang mau saya katakan tadi itu adalah bahwa pak amir itu sudah (menyilangkan telunjuknya di dahi)
Tetangga 2&RT: Hah? Apa maksudnya? (bingung)
Tetangga 1 : jadi kalian tidak tahu maksudku tadi barusan.
Tetangga 2 : Kami gak tahu jeng apa maksud jeng barusan.
Tetangga 1 : waduh, waduh, payah benar kalian jadi orang tua. Tidak mengikuti perkembangan jaman dan globalisasi dunia. Maksudku barusan itu, pak Amir sekarang sudah tidak waras.(berbisik)
RT : masak? Ah, jangan ngelantur kalau kamu bicara.
Tetangga 1 : iya betul itu. Menurut kabar burung, pak Amir itu gak sanggup menerima kepergian istrinya. Apalagi sewaktu meninggal, istrinya itu sudah hamil tua.
RT : Apa kamu gak lihat barusan? Orang pak Amir baik-baik saja tiba-tiba gak ada angin gak ada hujan kamu tuduh pak Amir gila.
Tetangga 2 : Iya jeng, pak Amir tadi kelihatan baik-baik saja. Gak kelihatan kalau pak Amir itu kan atau depresi. Dia lempeng-lempeng saja kelihatannya.
Tetangga 1 : Ya sudah kalau kalian tidak percaya. Itu terserah kalian saja. Saya juga gak begitu yakin juga sih.
Tetangga 2 : Owalah jeng, jeng.
Tetangga 1 : Kelihatannya sih pak Amir baik-baik saja, tapi bisa saja dia tertekan lalu pura-pura baik.
RT : Kamu jangan berburuk sangka dulu. Kamu gak punya bukti buat menuduh pak Amir sekarang ini.
Tetangga 2 : Benar jeng apa yang dikatakan oleh pak Amat.
RT : Hidup di Indonesia mestinya ita mempunyai hak yang disebut praduga tak bersalah. Kalaupun kita ingin menduga seseorang itu harus mempunyai bukti yang cukup dan faktual. Jangan asal tuduh, itu malah dapat membuat kesalahpahaman antarwarga.
Tetangga 2 : (Bertepuk tangan) Tumben sekali kata-kata dari pak Amat itu bijaksana dan penuh makna. Biasanya cuma was wes wos gak ada isinya, gak ada bibit, bobot dan bebetnya. Seperi profesor saja perkataan pak Amat barusan ini.
Tetangga 1 : iya bener, tumben-tumben pak Amat omongannya bermanfaat. Tanda-tanda mau kiamat kali ya (sedikit tertawa).
RT : wah,,, wah,,, Ibu-ibu pada menghina kemampuan saya. Gini-gini saya pernah satu sekolah dengan pak Jokowi. Ya, walaupun saya gak sepintar pak Jokowi, paling tidak kan kepintarannya itu nular sedikitlah kepada saya. Selain itu, ada kesamaan nasib juga antara saya dengann pak Jokowi. Pak jokowi jadi gubernur, saya jadi ketua RT. Beda tipislah , kan sama-sam pejabat negara.
Tetangga1&2 : haaa....haa...(tertawa lepas)
Tetangga 2 : (teringat sesuatu) Oh, iya, saya hampir lupa. Saya belum masak buat bekal anak ke sekolah. Jam segini dia mau berangkat. Saya duluan ya pak,bu.
Tetangga 1 : Saya juga mau pamit pulang. Saya juga belum masak buat suami saya. Bisa-bisa saya kena marah kalau sarapannya jam segini belum sipa di atas meja. (Tetangga 1&2 pulang bersama-sam, lalu diikuti tetangga 3 yang pergi ke arah yang berlawanan)
BAGIAN KETIGA
LAMPU MATI. BERGANTI DENGAN SUASANA MALAM DI POS RONDA YANG SEDANG DIJAGA DUA ORANG. PENCAHAYAAN DIBUAT AGAK REDUP.
Pergunjingan tentang pak Amir kian lama kian heboh seperti bola salju yang tengah menggelinding. Bukannya mereda, malah makin membesar. Apalagi ditambah dengan kelakuan pak Amir yang dari hari ke hari semakin aneh dan ganjil. Adapun kelakuan pak Amir ini menjadi santapan empuk para ibu-ibu pada saat arisan, pada saat pengajian, bahkan pada saat menjemur pakaian pun tidak lepas dari topik pembicaraan tentang duda tersebut. Hingga suatu waktu kelakuan aneh duda ini dipergoki oleh dua penjaga yang tengah ronda malam.
Penjaga 1 : Nasib seorang jongos ya seperti ini bul, Kabul. Orang lain sudah enak-enakan tidur, kita malah melek buat jaga malam.
Penjaga 2 : Sudah jangan mengeluh terus kamu itu, kita meronda ini kan juga ibayar, walapun bayarannya gak seberapa.
Penjaga 1 : iya, bayaran sudah habis tengah bulan buat beli rokok sama ngelunasin utang-utang di warung.
Penjaga 2 : Ya mau gimana lagi coba? Daripada gak dibayar mending dibayar walaupun sedikit.
Penjaga 1 : hehe,, iya Bul, Kabul. Kamu tahu sesuatu yang akhir-akhir ini digosipin ibu-ibu gak, Bul?
Penjaga 2 : Owalah, sekarang kumpulanmu itu dengan ibu-ibu ya. Gak nyangka aku, semakin cucok aja kamu ini. (tersenyum mengejek)s
Penjaga 1 : Kurang ajar kamu Bul. Bukan karena itu, ini tentang pak Amir.
Penjaga 2 : Emang kenapa dengan pak Amir? (penasaran)
Penjaga 1 : Katanya ibu-ibu, pak Amir itu sekarang sudah gak waras.
Penjaga 2 : ah,, jangan ngawur kamu itu. Nuduh orang seenaknya saja.
Penjaga 1 : Bener Bul, suwer. Kata ibu-ibu seperti itu.
Penjaga 2 : Kalau gak ada bukti, aku males buat percaya sama kamu.
Di tengah pembicaraan, tiba-tiba saja pak Amir muncul melewati pos ronda. Pak Amir menggunakan baju koko lengkap dengan peci dan sajadahnya.
Pak Amir : Monggo mas.
Penjaga 1 : Lho, pak Ami mau kemana?
Penjaga 2 : iya pak, mau kemana ini kok pakaiannya rapi dan alim gini.
Pak Amir : Mas ini gimana, ya jelaslah kalau saya berpakaian gini mau sholat jum’at.
Penjaga 1&2 : Hah? (terkejut)
Pak Amir : kalian kok belum siap-siap malah, ini au iqomah sebentar lagi. (melihat jam)
Penjaga 1 : Pak, sekarang ini sudah malam kok mau sholat jum’at.
Penjaga 2 : Sekarang ini kan sudah hari sabtu, Pak.
Pak Amir : lho? (terkejut) jadi sekarang bbukan waktunya sholat jum’at ya? Wah,,, ini pasti karena jam saya yang sudah rusak. Untung saya tidak gila, harus cepat-cepat ganti jam ruanya. (bergegas pulang, sambil menggerutu pada jam tangannya).
Penjaga 1&2 : (Saling menatap dan menggelengka kepalanya)
BAGIAN EMPAT
LAMPU MATI. BERGANTI DENGAN SUASANA SIANG YANG TERIK. FOKUS PENCAHAYAAN MENYEBAR KE SELURUH PANGGUNG. BEBERAPA ORANG TENGAH BERSIAP MELAKUKAN AKTIVITAS.
Dari kejadian tersebut, kabar kalau pak Amir sudah tidak waras semakin santer terdengar. Kondisi pak Amir kian hari juga kian tak terawat dan lusuh. Ditambah lagi, gaya bicaranya pun juga ikut merancau tanpa aturan.
Pak Amir : (berjalan menuju tiang dekat rumahnya sambil menenteng tas plastik warna putih dengan membawa bendera merah putih)
Tetangga 3 : Hendak kemana pak Amir?
Pak Amir : (tidak menghirau, lalu memasang bendera pada tiang lalu mengereknya setengah tiang serta memberi hormat kepada sang saka merah putih).
Selama hampir setengah jam Pak Amir memberi hormat kepada bendera merah putih. Selama itu pula, kelakuannya ditonton oleh warga sekitar yang terheran-heran dan tidak percaya apa yang mereka lihat.
Pak Amir : (selesai hormat dan hendak pulang menuju rumahnya)
Tetangga 3 : Ada apa gerangan kok pak Amir berhormat kepada bendera merah putih?
Pak Amir : (berwajah agak marah) Bapak ini sebagai ketua RT ini gimana? Bapak ini tidak nasionalis.
Tetangga 3 : Maksudnya, Pak?
Pak Amir : Keterlaluan ini. Sekarang kan hari kemerdekaan Indonesia pak, masak tidak ada perayaan sama sekali. Sudah tidak waras rupanya warga-warga di sini karena dipengaruhi budaya barat hingga lupa pada bangsan sendiri. Memalukan!
Tetangga 3 : Sebentar pak, bukannya sekarang...
Pak Amir : (menyela pembicaraan dan agak tersinggung) Bukannya apa?
Tetangga 3 : Sebelumnya saya mau minta maaf pak, bukannya hari kemerdekaan itu sudah lewat dua minggu yang lalu, sekarang sudah tanggal 31 Agustus.
Pak Amir : Astaghfirullah... yang benar pak?
Tetangga 3 : Iya, Pak Amir.
Pak Amir : Pasti ini gara-gara kalender saya yang rusak. Untung saya belum gila, saya harus cepat-cepat beli kalender baru. ( bergegas pulang dan masuk ke dalam rumah)
BAGIAN LIMA
LAMPU MATI. FOKUS PENCAHAYAN MENYEBAR KE SELURUH PANGGUNG. SUASANA RIUH KARENA ADA SEKUMPULAN WARGA DI SANA.
Ternyata, kelakuan pak Amir telah membuat resah warga sekitar sehingga secara aklamasi warga sekitar memutuskan untuk mengadakan rapat dadakan di rumah salah satu warga.
Pak RT :Apa yang harus ita lakukan sekarang ini?
Tetangga 1 : iya, pak Amir makin tidak waras. Saya jadi takut bertemu Pak Amir.
Warga lain bersahut-sahutan menyetujui pernyataan orang tersebut. Dan melalui rapat yang agak kisruh dan bertele-tele, maka diputuskan para warga akan membawa secara paksa dan memasukkan pak Amir ke RSJ.
Pak RT : Jadi saudara-saudaraku, keputusan akhirnya adalah kita akan merehabilitasi pak ` Amir dengan memasukkannya ke rumah sakit jiwa.
Para Warga : Setuju!
Akhirnya, pada suatu hari pak Amir terpaksa digelandang dan dimasukkan ke RSJ. Warga sekitar pun merasa lega dengan ketiadaan pak Amir. Mereka lega karena tidak ada lagi sesuatu yang meresahkan.
Tetangga 2 : Akhirnya ya, kampung kita terbebas dari hal yang meresahkan ya, jeng.
Tetangga 1 : Benar bu, kalau tidak ada pak Amir keadaan kampung ini menjadi tenang dan tenteram tanpa gangguan.
Tetangga 2 : He’em, saya jadi gak takut lagi keluar rumah.
RT : Tunggu dulu, semua itu tidak lepas dari kontribusi saya sebagai ketua RT yang berani mengambil kebijakan tegas dan menerobos unntuk mententeramkan kondisi dan situasi warga saya. Coba kalau tidak ada saya? Mau jadi apa warga kita ini? (tertawa)
Tetangga 1 : Pak RT ini suka ngaku-ngaku saja. Orang pak RT waktu rapat kewalahan, dan gak mengeluarkan pendapat dan usul sama sekali.
RT : hahaha,,, apapun itu,yang penting saya tetap menjabat sebagai ketua RT warga di sini. Warga ini butuh pemimpin seperti saya.
Tetangga 2 : Ada-ada saja pak RT ini.
BAGIAN ENAM
LAMPU MATI. BERGANTI DENGAN SUASANA PAGI YANG SEJUK. FOKUS PENCAHAYAAN MENYEBAR KE SELURUH PANGGUNG. BEBERAPA ORANG TENGAH BERSIAP MELAKUKAN AKTIVITAS.
Demikian, situasi warga kampung dirasa semaki kondusif dan aman. Para warga melakukan aktivitas seperti biasa tanpa ada gangguan sedkitpun. Hingga suatu hari warga kampung itu kedatangan tamu yang tak diduga-duga. Pak Amir kembali lagi ke kampung itu. Dokter menyatakan bahwa pak Amir telah sembuh dan dibolehkan pulang kembali ke rumahnya.
Tetangga 1 : (datang menghampiri tetangga 2 ) Lagi apa, Bu?
Tetangga 2 : Ini jeng, lagi nyapu halaman, baru selesai masak.
Tetangga 1 : Sama Bu. Saya juga baru selesai masak.
RT : Wah,, wah,, ibu- ibu ini rajin semua ya, jam segini sudah selesai masak.
Tiba-tiba terdengar suara sirine ambulan yang mengejutkan ibu-ibu dan pak RT. Lalu dari ambulan tersebut turun sosok wajah yang sepertinya tidak asing bagi mereka. Dari ambulan tersebut, pak Amir turun dengan mengenakan baju necis dengan setelan rapi. Pak Amir menyapa ibu-ibu dan pak RT yang sedang berkumpul bersama. Dia juga berbicara dengan tata bahasa yang rapi dan sopan tidak seperti terakhir kali ia di sana.
Pak Amir : Apa kabar,bu,pak? Seht saja?
RT : lho? Ini benar pak Amir kan?
Pak Amir : Benar, bu. Saya pak Amir.
Tetangga 1 : Lho, bukannya...
Tetangga 2 : Pak Amir kan masih dirawat di rumah sakit.
Pak Amir : Benar bu, saya dulu memang dirawat di rumah sakit. Tapi sekarang dokter sudah memperbolehkan saya pulang ke rumah.
Tetangga 1,2&RT: Alhamdulillah.
Mendengar kabar tersebut. Ibu-ibu dan pak RT juga turut merasa senang dan bahagia. Mereka menyalami pak Amr dan memberikan ucapan selamat.
Pak Amir : (tiba-tiba raut muka pak Amir mendadak sedih dan muram)
RT : Ada apa, pak? Kenapa bapak tampak tidak bahagia?
Tetangga 2 : Iya, Pak. Bapak kan sudah keluar dari rumah sakit.
Tetangga 1 : Betul itu, Pak.
Pak Amir :Itulah penyebabnya saudara sekalian.
RT : Kenapa lagi, pak?
Tetangga 1&2 : Iya pak, kenapa?
Pak Amir : Jadi, Saya ini dianggap sudah gila mungkin ya oleh dokter. Orang sehat-sehat begini kok dikeluarin dari rumah sakit. Padahal, saya betah tinggal di sana.
Tetangga1,2&RT: Oh,,,,,,
Ternyata perkiraan ibu-ibu dan pak RT tentang pak Amir meleset. Pak Amir ternyata belum sepenuhnya sembuh benar. Namun tidak seperti dulu, kali ini kelakuan pak Amir berubah total seolah-olah menjadi orang yang intelek walaupun dia sendiri menganggap dirinya sendiri sudah gila. Oleh karena itu, melalui rapat dadakan dan rahasia, warga sekitar memperbolehkan pak Amir untuk tinggal kembali ke rumah yang lama ia tinggalkan.
ceritanya bagus gan
ReplyDeletewow pintar sekali membuat ceritanya,,saluutt
ReplyDeleteceritanya bagus gan :D ijin share gan :v
ReplyDeletemantap juga nih ceritanya gan...
ReplyDeletenama penciptanya siapa ya kak?
ReplyDelete