Pendidikan Sastra Usia Dini
Agen Inspirator Sastrawan Cilik Indonesia
Dunia
sastra memang seharusnya sudah dikenalkan sejak usia dini. Dongeng merupakan
sebuah karya sastra sebagai alat perkenalan pertama tentang dunia sastra sejak
usia balita. Beranjak dewasa, kita sudah sangat tak asing lagi dengan mengenal
cerita pendek, cerita bersambung, roman, pusisi, bahakan karya sastra
terjemahan.
Dunia
anak-anak, merupakan dunia yang memiliki banyak imajinasi, fantasi, dan
khayalan-khayalan yang tidak dimiliki oleh manusia dewasa. Pemikiran mereka
yang langsung dituangkan dalam bentuk tulisan akan menghasilkan sebuah karya
sastra yang luar biasa, karya sastra natural tanpa ada kepalsuan maupun
rekayasa.
Sudah
saatnya bangasa Indonesia mengembangkan penulis-penulis cilik yang menghasilkan
banyak karya satra bukan sekadar penikmat karya sastra. Sudah seharusnya para
generasi muda bangasa yng berbakat dan memiliki minat terjun di dunia sastra
diberikan wadah untuk mengembangkan bakatnya.
Apakah Indonesia memiliki
tokoh penulis cilik yang berbakat? Ya, tentu saja. Kurang lebih sekitar sepuluh
tahun yang lalu kita mengenal Sri Izzati dan Abdurrahman Faiz yang
menjadi fenomena sendiri dalam dunia sastra Indonesia. Mereka telah menghsilkan
karya sastra tulis berupa cerita pendek. Karya yang mereka tulis nampak tulus
dan tanpa tendensi apapun, kecuali untuk mencurahkan segala kecintaan, kasih
sayang, sekaligus kegelisahan mereka sebagai anak-anak.Pada awal-awal buku mereka terbit,
dunia perbukuan gempar dan media gencar dengan pemberitaan. Pro dan kontra
bermunculan. Pada satu sisi, ini menjadi darah segar untuk dunia penerbitan
karena ada konsep produk baru yang tidak pernah ada sebelumnya. Pada sisi lain,
sebagian tidak percaya dengan kemampuan mereka yang notabene masih anak-anak.
Pro dan kontra tersebut kemudian
dijawab dengan lakunya penjualan buku mereka. Bayangkan, pada saat itu, setahun
terjual 3000 exemplar saja sudah masuk dalam kategori best seller. Sementara
buku mereka, setelah kurang lebih satu bulan beredar di pasaran, langsung cetak
ulang. Padahal pada cetakan pertama dicetak 3000 exemplar.
Setelah buku mereka diterima pasar
dengan baik, semakin hari semakin banyak naskah yang masuk. Bahkan, beberapa
penulis ada yang menulis pada usia kelas 1 SD dan mendapatkan Award tingkat
nasional yang diadakan Ikatan Penerbit Indonesia.
Sebut saja misalnya Qurota Aini, penulis yang mengikuti jejak Sri Izzati dan Abdurrahman Faiz dengan bukunya yang berjudul ‘Nasi untuk Kakek’, buku tersebut membawa penulisnya masuk Museum Rekor Indonesia sebagai penulis kumpulan cerpen paling muda di Indonesia. Buku tersebut juga menyabet penghargaan Anugerah Adikarya Ikapi sebagai salah satu buku anak terbaik. Buku Abdurrahman Faiz ‘Bunda dan Dunia’ juga mendapat penghargaan khusus dalam Anugerah Adikarya Ikapi. Ajang paling bergengsi dalam dunia penerbitan di Indonesia.
Sebut saja misalnya Qurota Aini, penulis yang mengikuti jejak Sri Izzati dan Abdurrahman Faiz dengan bukunya yang berjudul ‘Nasi untuk Kakek’, buku tersebut membawa penulisnya masuk Museum Rekor Indonesia sebagai penulis kumpulan cerpen paling muda di Indonesia. Buku tersebut juga menyabet penghargaan Anugerah Adikarya Ikapi sebagai salah satu buku anak terbaik. Buku Abdurrahman Faiz ‘Bunda dan Dunia’ juga mendapat penghargaan khusus dalam Anugerah Adikarya Ikapi. Ajang paling bergengsi dalam dunia penerbitan di Indonesia.
Faiz juga banyak mendapat
penghargaan karena karya tulisnya, antara lain Anak Cerdas Kreatif Indonesia
tahun 2006, Penerima Anugerah Kebudayaan than 2009 dari Presiden RI, dan The
Most Amazing Teen 2011 versi Student Globe.
Semenjak buku-buku yang mereka tulis
beredar di pasaran, tidak jarang penulisnya diundang sebagai salah satu nara
sumber dalam acara-acara kepenulisan. Tidak jarang pula menjadi headline media
nasional. Mereka semakin dikenal masyarakat dan menginspirasi banyak anak-anak
Indonesia untuk menjadi penulis.
Sekarang, setelah hampir sepuluh
tahun berlalu, entah berapa puluh dan berapa ratus anak-anak Indonesia yang
telah menerbitkan buku. Tidak hanya menerbitkan buku, tetapi juga ikut
menginspirasi generasi berikutnya.
Konsep produk yang kemudian dikenal
dengan ‘Kecil-Kecil Punya Karya’ hingga saat ini, konon menjadi salah satu
primadona dalam meraih keuntungan besar bagi penerbitnya. Serial ini pula yang
kemudian diikuti oleh beberapa penerbit di Indonesia.Beruntung sekali, konsep
ini terus dikembangkan oleh penerbitnya, misalnya dengan mengadakan pertemuan
rutin antarpenulis se-Indonesia yang difasilitasi KemDikBud, lomba-lomba yang
diadakan setiap bulan, setiap kwartal, dan acara-acara workshop kepenulisan
untuk anak-anak.
Sungguh, langkah yang dilakukan
penulis-penulis cilik di atas benar-benar luar biasa. Saya yakin, ini akan
terus bergulir seperti bola salju. Pada saatnya nanti, jika tiba waktunya, Indonesia
akan dipenuhi oleh generasi muda yang tidak hanya pandai berbicara,
tetapi juga generasi yang pandai menulis untuk dirinya, masyarakat, dan untuk
bangsa.
Aktivitas mereka telah mengubah
pandangan masyarakat kalau buku itu tidak hanya bisa ditulis oleh orang dewasa,
tetapi juga bisa ditulis oleh anak-anak. Mereka telah menjadi agen perubahan.
Teruslah berkarya penulis cilik bangsa.
baca juga : Unsur Psikologis Sastra
Manfaat Dongeng Anak
baca juga : Unsur Psikologis Sastra
Manfaat Dongeng Anak
informasi yang menarik.
ReplyDelete