Analisis Plot Drama (Telaah Jalan Cerita)
Suatu karya sastra apapun bentuknya pasti memiliki unsur-unsur di dalamnya yang membangun keutuhan karya sastra itu. Drama merupakan salah satu karya sastra yang memiliki unsur-unsur yang tidak jauh berbeda dengan unsur dalam cerpen, novel, maupun roman. Unsur-unsur drama terdiri atas plot, seting, penokohan, dan yang membedakannya dari unsur karya sastra yang lain adalah struktur dramatiknya. Unsur-unsur drama merupakan bagian yang membangun dalam pementasan drama dan saling berkaitan. Dari beberapa unsur-unsur drama tersebut, plot merupakan unsur yang paling menonjol. Karena plot adalah jalinan cerita atau kerangka cerita dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh atau lebih yang saling berlawanan. Plot merupakan jalannya peristiwa dalam drama yang terus bergulir hingga drama tersebut selesai. Rangkaian peristiwa yang dijalin sedemikian rupa sehingga dapat mengungkapkan gagasan pengarang.
Dalam bab ini akan dijelaskankan
berbagai pendapat dari beberapa ahli dan di dalamnya dikemukakan bermacam-macam
jenis plot. Dalam sebuah plot juga terdiri dari beberapa bagian, yaitu bagian
awal, tengah, dan akhir. Di dalam bagian-bagian tersebut terdiri atas eksposisi,
aksi pendorong, krisis, klimaks dan resolusi, namun ada yang menyebutnya dengan istilah-istilah lain.
Pada
awal, plot memberikan informasi kepada penonton tentang peristiwa sebelumnya,
situasi sekarang atau tokoh-tokohnya. Kebanyakan dalam sebuah drama dari awal
pengarang sudah memberi tekanan kepada satu pertanyaan atau konflik penting. Dimulai
dengan adanya suatu kejadian, kejadian pertama inilah yang memulai plot dalam
sebuah drama sebenarnya. Karena kejadian merupakan konflik yamg menjadi dasar
sebuah drama, yang kemudian berkembang dan menimbulkan konflik-konflik yang
semakin banyak dan rumit. Banyak persoalan yang saling terkait, tetapi semuanya
masih menimbulkan tanda tanya. Kemudian konflik besar mulai menjadi jelas dengan
menyatukan kejadian-kejadian dalam drama dan merupakan puncak dari ketegangan.
Ini titik konflik paling ujung yang dicapai pemain protagonis dan pemain
antagonis. Bagian terakhir dari drama yang disebut penyelesaian sampai tirai
ditutup untuk mengakhiri pementasan drama. Penyelesaian merupakan pegumpulan
berbagi plot drama dan membawa situasinya ke suatu kesimpulan yang baru dan
jelas. Dengan demikian hasilnya bisa jadi memuaskan, tetapi mungkin juga bisa mengecewakan
harapan para penontonnya. Karena
apresiasi setiap orang memang berbeda sesuai dengan kreativitasnya.
Dengan adanya plot maka penikmat drama mampu memahami jalan cerita dan ikut
terbawa ke dalam arus cerita pementasan drama. Pada awal terjadi penafsiran
oleh penikmat drama dan pasti penikmat drama juga menemukan suatu kesimpulan
pada akhir drama, hal inilah yang menonjolkan unsur plot dalam drama karena
plotlah yang menghiasi drama mulai akhir hingga selesai.
Unsur
yang penting dalam drama berikutnya adalah seting. Seting atau tempat kejadian cerita sering pula disebut
latar cerita,
yang menggambarkan tentang waktu, tempat, dan suasana terjadinya sebuah cerita
(Wiyanto, 2002:28). Dengan adanya seting
yang jelas, penikmat drama akan membayangkan seting tersebut dengan skemata
yang mereka miliki sebelumnya. Sedangkan dalam pementasan drama, penikmat drama
menonton drama dengan pengapresiasian seting dari orang lain itu juga menambah
gambaran baru bagi penonton. Dalam seting terdapat empat dimensi, yaitu
tempat, waktu, suasana, dan peristiwa.
1. Ruang Lingkup Penulisan
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka akan dilakukan pengkajian karya sastra berupa
drama, yakni mengenai (1) plot dan (2) seting. Pembahasan mengenai plot
meliputi: (a) pembagian plot, (b) jenis plot, dan (c) anatomi plot. Pembahasan
mengenai seting hanya tentang dimensinya, yaitu: (a) seting tempat, (b) seting
waktu, (c) seting peristiwa, dan (d) seting suasana.
2. Tujuan
1)
Menjelaskan pengertian plot dan pembahasan mengenai
plot, yaitu (a)
pembagian plot, (b) jenis plot, dan (c) anatomi plot.
2)
Menjelaskan pengertian seting dan pembahasan mengenai seting
tentang dimensinya, yaitu: (a) seting tempat, (b) seting waktu, (c) seting
peristiwa, dan (d) seting suasana.
A. Plot
1.
Pengertian
Plot
Unsur
yang paling menonjol dalam drama terletak pada plot dan latar intrinsik yang
membangunnya. Karakter merupakan bahan yang paling aktif untuk menggerakkan
plot. Budianta, dkk (2002:106) menyatakan jika dalam prosa, tokoh-tokoh yang
muncul itu cenderung berhenti dalam imajinasi atau identifikasi subjektif
pembaca saja, tidak demikian halnya yang terjadi pada drama mengingat drama
berkemungkinan untuk melaksanakan interpretasi tokoh-tokoh itu dalam bentuk
konkret. Maka dalam drama tingkat kepentingan antara tokoh dan plot menjadi
seimbang. Sebenarnya apa pengertian plot itu sendiri? Plot adalah urutan
peristiwa yang berhubungan secara kasualitas (Soemanto, 2001:16). Hubungannya
secara kausalitas ini diwujudkan oleh hubungan waktu dan oleh hubungan kausal
(sebab-akibat). Plot merupakan sambungan untuk menghubungkan beberapa peristiwa
dengan menjelaskan bahwa peristiwa satu disebabkan oleh peristiwa berikutnya
(yang lain). Plot berbeda dari prosa karena cara menyajikannya, hubungan urutan
cerita dan peristiwa. Plot menunjukkan peristiwa-peristiwa secara kausatif,
sedangkan cerita secara kronologis (Soemanto, 2001:16). Menurut Panuti Sudjiman
(1984) dalam Santosa (2008) plot adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra
(termasuk naskah drama) untuk mencapai efek-efek tertentu, rangkaian peristiwa
yang direka dan dijalin dengan seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui
perumitan (penggawatan atau komplikasi) ke arah klimaks penyelesaian. Sebuah
drama pada hakikatnya itu diniatkan untuk dipentaskan, maka kesetiaan karya
drama terhadap struktur pola plot yang konvensional memang lebih besar dibandingkan
pada karya sastra lain seperti pada prosa (Budianta, dkk. 2002:159).
Plot
dan jalannya cerita memang tidak ada batas yang jelas karena untuk mengetahui
sebuah plot tidak mungkin dilepaskan dari jalan cerita. Plot bisa dilihat dari
konflik yang kompleks dan perkembangan konflik pada jalannya cerita yang
disajikan pengarang. Konflik diungkapkan pengarang melalui perubahan perilaku,
pemikiran, emosi, dan karakter tokoh cerita ini yang pada dasarnya merupakan
penggerak plot. Penyataan diatas diperjelas dengan pendapat yang menyatakan
plot adalah jalinan cerita atau kerangka cerita dari awal hingga akhir yang
merupakan jalinan konflik antara dua tokoh atau lebih yang saling berlawanan.
Luxemburg (1984: 149) dalam Fananie (2002:93) menyebutkan plot adalah konstruksi
yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara logis dan
kronologis saling berkaitan dan diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.
Hayati (1990:10) berpendapat plot adalah rangkaian peristiwa atau kejadian yang
sambung menyambung dalam suatu cerita. Diperjelas dengan pendapat Stanto
(1965:14 dalam Santosa. 2011:5) plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian,
namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang
satu disebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Santosa (2011:7) menarik
kesimpulan berdasarkan pendapat Stanto yang telah dipaparkan diatas, bahwa plot
adalah urutan peristiwa dalam suatu karya sastra yang menyebabkan terjadinya
peristiwa lain sehingga terbentuk sebuah cerita. Peristiwa-peristiwa dalam
suatu cerita tidak hanya berupa tindakan-tindakan fisik tetapi juga
tindakan-tindakan yang bersifat non-fisik. Tindakan fisik misalnya: ucapan,
gerak-gerik, sedangkan tindakan non-fisik misalnya: sikap, kepribadian, atau
cara berpikir.
Pendapat
yang sama dengan pendapat Luxemburg di atas yaitu pendapat dari Weststeijn
(1982:149) yang menyatakan plot ialah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai
sebuah deretan peristiwa secara logis dan kronologis saling berkaitan dan yang
diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.
Contoh : “DARI
JENDELA LAYAR MUNCUL DUA ORANG BERTOPENG DAN MENYERGAP DALANG JENDRAL DAN
AJUDANNYA DATANG SAMBIL BERTERIAK-TERIAK. DIALOGNYA SAMA SAJA DENGAN APA YANG
SEBELUMNYA DIUCAPKAN (pada babak pertama).
MEREKA BERUSAHA MEMBANTU DALANG LEPAS
DARI CENGKERAMAN PENONTON YANG NGAMUK ITU. TERDENGAR SUARA TERIAKAN”
Disini terdapat hubungan kronologis
antara peristiwa pertama dengan peristiwa berikutnya yang menjadikannya sebuah
rangkaian yang demikian saling berkaitan, sehingga pembaca mengerti bahwa
urutan kalimat yang membahas peristiwa-peristiwa itu disajikan secara
kronologis.
Berdasarkan
pendapat-pendapat yang telah dipaparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
plot merupakan suatu lintasan urutan peristiwa dalam suatu karya sastra yang
menyebabkan terjadinya peristiwa lain yang serangkai sehingga menghasilkan
suatu cerita. Rangkaian peristiwa-peristiwa dalam suatu cerita diumpamakan mata
rantai yang saling berkaitan. Sebab suatu peristiwa pada dasarnya merupakan
sebab atau akibat peristwa yang lain.
Plot
dalam drama merupakan jalannya peristiwa dalam drama yang terus bergulir hingga
drama tersebut selesai. Plot dalam pementasan drama mempunyai kedudukan yang
sangat penting. Hal ini berhubungan dengan pola pengadeganan dalam pementasan
drama, dan merupakan dasar struktur irama keseluruhan jalannya pementasan
drama. Plot dapat dibagi berdasarkan babak dan adegan atau berlangsung terus
tanpa pembagian. Jadi, plot dalam pementasan suatu drama merupakan susunan
peristiwa drama yang terjadi di atas panggung.
Baca Juga :
Baca Juga :
Jenis dan Aliran Drama
Perbedaan Drama dan Teater
Jenis-Jenis Wacana
Plot tidak hanya dilihat dari
kedudukan satu topik di antara topik-topik yang lain, melainkan harus pula di
kaitkan dengan elemen-elemen lain
seperti karakter pelaku dalam pemikiran pengarang tercemin dalam
tokoh-tokohnya, diksi maupun proses naratifnya Crane (1963: 63 dalam Fananie,
2002:94), karena itu kedudukan peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain
harus di letakkan dalam rangkaian sekuen kausalitas hubungan sebab-akibat
hubungan perkembangan atau penyusunan dari rangkaian peristiwa itu sendiri yang
oleh Culler diistilahkan sequences of
actoins (Culler, 1975:205). Propp menyebutkan bahwa keberadaan sebuah plot
tidak mungkin hanya dilihat dari strukturnya saja, tetapi juga harus dilihat
dari fungsinya. Menurutnya fungsi plot adalah aktivitas dramatik tokoh (act dramatic persona) yang didasarkan
atas signifikasi sudut pandang dari sejumlah peristiwa yang membangun cerita
secara keseluruhan (Propp, 1958:20) dalam (Fananie 2002:94).
Dalam
pengertian yang lebih khusus plot dalam drama bukanlah hanya sekedar rangkaian
peristiwa yang termuat dalam topik melainkan mencakup beberapa faktor penyebab
terjadinnya peristiwa. Dalam konteks ini, bangunan sebuah plot menjadi sesuatu
yang amat kompleks. Tidak hanya dilihat dari jalannya suatu peristiwa, namun lebih
jauh perlu dianalisis bagaimana urgensi
peristiwa-peristiwa yang muncul tersebut mampu membangun satu tegangan atau
konflik tokohnya.
Sorokin
(1986:114) dalam Soemanto (2001:348), menyatakan bahwa jika hubungan antar
peristiwa dalam plot drama besifat kausal, sebab akibat, keterkaitan plot dan seting
tempat dan waktu seluruh prieoritas, termasuk kostum dan yang lainnya,
diharapkan membentuk atau terdapat keterkaitan logis yang bermakna.
Sebagian
besar plot merupakan komplikasi. Secara global komplikasi itu dapat merupakan
kemajuan atau kemunduran, sejauh pelaku utama maju atau mundur. Proses
perbaikan terjadi bila sebuah tugas diselesaikan dengan baik, kemunduran atau
pemburukan terjadi bila pelaku utama tergelincir dalam dosa, terpaksa
mengorbankan sesuatu, terkena serangan atau fitnah. Bagi pelaku yang satu
berupa kemajuan bagi yang lain dapat berupa kemunduran. Maka dari itu, deretan
peristiwa atau plot tidak dapat dilepas dari hubungan antara para pelaku yang
mengakibatkan atau mengalami berbagai peristiwa.
2. Pembagian Plot
Sayuti,
(2000) dalam Wiyatni (2006:36) secara garis besar plot dibagi dalam tiga bagian
yaitu awal, tengah, dan akhir secara sederhana
Bagian awal, eksposisi yang
mengandung instabilitas dan konflik. Bagian tengah mengandung klimaks yang
merupakan puncak konflik juga terdapat komplikasi. Bagian akhir mengandung denoument (penyelesaian atau pemecahan
masalah).
Secara
tradisional sebagaimana dikemukakan Petronius (transl. William Arrowsmith,
1963: 13 dalam Fananie 2002:93) bahwa struktur plot mencakup tiga bagian:
a. Exposition (seting forth of the
begining)
b. Conflict (a complication that moves to
climax)
c. Denouement (literally, ”unknotting”,
the outcome of the conflict the resolution)
Dalam pembagian tersebut tampak
bahwa rangkaian peristiwa yang membangun suatu plot merupakan satu sekuen
rangkaian peristiwa yang berkaitan yang oleh Aristoteles dalam Fananie
(2002:93) diistilahkan dengan a continious
sequence of beginning, middle, ang end (Abrams, 1981: 138).
Seringkali berbagai informasi
penting pada bagian awal drama, misalnya tempat drama tersebut terjadi, waktu
kejadiannya, pelaku-pelakunya, dan bagaimana peristiwa itu terjadi. Pada bagian
tengah biasanya berisi tentang kejadian-kejadian yang bersangkut-paut dengan
masalah pokok yang telah disodorkan kepada penonton dan membutuhkan jawaban.
Bagian akhir berisi tentang satu persatu pertanyaan penonton terjawab atau
sebuah drama telah mencapai klimaks besar. Plot berkembang secra bertahap,
mulai dari konflik yang sederhana, konflik yang kompleks, sampai pada
penyelesaian konflik.
Secara
teknik, tema dijabarkan dalam plot yang bergerak maju karena perbuatan tokoh.
Bergeraknya plot diatur dengan lima tahap:
a. Pengenalan
masalah
b. Awal
perumitan masalah
c. Penggawatan
masalah
d. Menuju
puncaknya
e. Penyelesaian
Banyak
ahli mengatakan bahwa drama yang baik harus selalu memperlihatkan adanya
konflik yang dikatakan Hudson dalam Budianta, dkk. (2002:107), atau juga
konflik dan oposisi seperti disebutkan Grebanier dalam Budianta, dkk.
(2002:107). Adanya konflik-konflik semacam ini menjadi jelas bagi kita bahwa
drama lazimnya akan memberikan kepada pembaca maupun penontonnya tentang “perjalanan”
cerita yang diwarnai oleh konflik-konflik itu. Dalam istilah Hudson,
“perjalanan” itu disebut dengan dramatic-line
yang secara garis besarnya adalah pemaparan / eksposisi, penggawatan / komplikasi,
krisis / klimaks, peleraian / antiklimaks, dan penyelesaian.
Pembagian
plot yang menggunakan tipe sebab akibat dibagi dalam lima pembagian.
Bagian-bagian itu antara lain.
a.
Eksposisi adalah tahap
perkenalan. Wujud perkenalan ini berupa penjelasan untuk mengantarkan penonton
pada situasi awal drama hingga membeberkan materi-materi yang relevan atau
memberi informasi pada penonton tentang masalah yang dialami atau konflik yang
terjadi antara karakter-karakter atau di dalam diri seorang karakter yang ada
di dalam drama.
b.
Aksi Pendorong adalah saat
memperkenalkan sumber konflik di antara karakter-karakter atau di dalam diri
seorang karakter. Dalam tahap ini mulai ada kejadian. Kejadian pertama inilah
yang memulai plot drama sebenarnya, karena insiden merupakan konflik yamg
menjadi dasar sebuah drama.
c.
Krisis adalah
penjelasan yang terperinci dari perjuangan karakter-karakter atau satu karakter
untuk mengatasi konflik. Banyak persoalan yang saling berkaitan, tetapi
semuanya masih menimbulkan tanda tanya.
d.
Klimaks adalah proses
identifikasi atau proses penghilangan dari rasa tertekan melalui perbuatan yang
mungkin saja sifatnya jahat, argumentative,
kejenakaan atau melalui cara-cara lain. Bagi penonton ini merupakan puncak
ketegangan. Bila dilihat dari sudut konflik, klimaks berarti titik pertikaian
paling ujung yang dicapai pemain protagonis dan pemain antagonis.
e.
Resolusi adalah proses
penempatan kembali kepada suasana baru. Bagian ini merupakan kejadian akhir
dari drama dan terkadang memberikan jawaban atas segala persoalan dan
konflik-konflik yang terjadi.
Wiyanto (2002:26) menambahkan
satu unsur lagi yaitu keputusan, dalam tahap ini semua konflik berakhir dan
sebentar lagi drama selesai. Dengan selesainya cerita, maka tontonan drama
sudah usai (bubar). Cepat lambatnya pergantian tahap satu dengan tahap lain
tidak sama dengan bagian drama yang lain.
Adiwardoyo (1990:10) memiliki
pendapat yang sebagian besar sama dengan pendapat ahli-ahli yang lain, bahwa
plot dapat dibagi berdasarkan kategori kausal
dan kondisinya. Berdasarkan kausalnya
plot dapat dibedakan sebagai berikut.
a.
Plot cerita dikatakan plot urutan (episodik) apabila peristiwa-peristiwa
yang ada disusun berasarkan urutan sebab akibat, kronologis (sesuai dengan
urutan waktu tempat atau hirarkhis.
b.
Plot cerita dikatakan plot mundur (flaskback) apabila peristiwa-peristiwa
yang ada disusun berdasarkan akibat – sebab waktu kini ke waktu lampau.
c.
Plot cerita dikatakan plot campuran (eklektik) apabila peristiwa-peristiwa yang
ada disusun secara campuran antara sebab akibat, waktu kini ke waktu lampau dan waktu lampau
ke waktu kini.
d.
Plot buka yaitu rangkaian peristiwa
yang dianggap sebagai kondisi mula yang akan dilanjutkan dengan kondisi
berikutnya.
e.
Plot tengah yaitu rangkaian peristiwa
yang dianggap sebagai kondisi yang mulai bergerak ke arah kondisi puncak.
f.
Plot puncak yaitu rangkaian peristiwa
yang dianggap sebagai kondisi klimaks dari sekian banyak rangkaian peristiwa
yang ada.
g.
Plot tutup yaitu rangkaian peristiwa
yang dianggap sebagai kondisi yang mulai bergerak ke arah penyelesaian atau
pemecahan dari kondisi klimakas.
Baca Juga :
Baca Juga :
Pedoman Kajian Pustaka
Cerpen Remaja : Curahan Sang Penguasa Hati
3.
Jenis Plot
Ketika kita menonton atau melihat sebuah pementasan drama
sadar atau tidak sadar maka emosi kita akan terpengaruh dengan apa yang kita
tonton tersebut. Emosi ini timbul karena terpengaruh oleh jalinan
peristiwa-peristiwa dan jalannya cerita yang ditulis oleh penulis. Jalinan
peristiwa dan jalannya cerita inilah yang dimaksud dengan plot. Plot drama
banyak sekali ragamnya tergantung dari penulis drama yang mempermainkan emosi
kita. Secara sederhana plot dapat dibagi menjadi dua yaitu simple plot
(plot yang sederhana) dan multi plot (plot yang lebih dari satu).
Wiyatmi (2006:39) membagi plot sesuai dengan penyusunan
peristiwa atau bagian-bagiannya, dikenal plot kronologis atau plot progresif
dan plot regresif atau flaskback atau sorot balik. Dalam plot progresif
peristiwa disusun awal, tengah, dan akhir. Sementara pada plot regresif, plot
disusun sebaliknya misalnya: tengah awal akhir atau akhir awal tengah. Dilihat
dari kuantitasnya, terdapat plot tunggal dan plot jamak. Plot disebut tunggal
ketika rangkaian peristiwa hanya mengandug satu peristiwa primer, sementara
plot dianggap jamak ketika mengandung berbagai peristiwa primer dan peristiwa
lain (minor). Dilihat dari
kualitasnya dikenal plot rapat dan plot longgar. Disebut plot rapat apabila
plot utama cerita tidak memiliki celah yang memungkinkan untuk disisipi plot
lain. Sebaliknya, sebuah plot dianggap longgar apabila plot tersebut memiliki
kemungkinan adanya penyisipan plot lain.
Contoh: dalam ingatan tokoh
yang di kenang kembali.
a. Simple Plot
Simple plot atau plot drama yang sederhana adalah drama
yang memiliki satu plot cerita dan satu konflik yang bergerak dari awal sampai
akhir. Simple plot ini terdiri dari plot linear dan linear-circular.
Plot linear adalah plot cerita mulai dari awal sampai akhir cerita bergerak
lurus sedangkan linear-circular adalah plot cerita mulai dari awal
sampai akhir bergerak lurus secara melingkar sehingga awal dan akhir cerita
akan bertemu dalam satu titik. Plot linear ini masih bisa dibagi-bagi lagi
sesuai dengan sifat emosi yang terkandung dari plot linear ini, terdiri dari
plot menanjak atau rising plot, plot menurun atau falling plot, plot
maju atau progressive plot, plot mundur atau regressive plot, plot
lurus atau straight plot, dan plot melingkar atau circular
plot. Plot menanjak atau rising plot adalah plot dengan emosi drama
mulai dari tingkat emosi yang paling rendah menuju tingkat emosi drama yang
paling tinggi. Plot ini adalah plot cerita paling umum pada plot drama. Plot
menurun atau falling plot adalah plot dengan emosi drama mulai dari
tingkat emosi yang paling tinggi menuju tingkat emosi drama yang paling rendah.
Plot ini merupakan kebalikan dari plot menanjak atau rising plot. Plot
maju atau progresive plot adalah plot cerita yang dimulai dari pemaparan
peristiwa drama sampai menuju inti peristiwa drama. Jalinan jalan cerita dalam
drama bergerak mulai dari awal sampai akhir tanpa ada kilas balik. Plot mundur
atau regresive plot adalah plot cerita yang dimulai dari inti cerita
kemudian dipaparkan bagaimana sampai terjadi peristiwa tersebut. Plot ini
merupakan kebalikan dari progressive plot.
b. Multi Plot
Multi plot adalah drama yang memiliki satu plot utama
dengan beberapa sub plot yang saling bersambungan. Multi plot ini terdiri dari
dua tipe yaitu plot episode atau episodic plot dan plot terpusat atau concentric
plot. Plot episode atau episodic plot adalah plot cerita yang
terdiri dari bagian perbagian secara mandiri, di mana setiap episode memiliki
plot cerita sendiri. Setiap episode dalam drama tersebut sebenarnya tidak ada
hubungan sebab akibat dalam rangkaian cerita, tema, tokoh. Tetapi pada akhir
cerita plot cerita yang terdiri dari episode-episode ini akan bertemu. Concentric
plot adalah cerita drama yang memiliki beberapa plot yang berdiri sendiri,
dimana pada akhir cerita semua tokoh yang terlibat dalam cerita yang terpisah
tadi akhirnya menyatu untuk menyelesaikan cerita. Plot-plot yang ada dalam
cerita tersebut memiliki permasalah yang harus diselesaikan.
4.
Anatomi Plot
Plot disusun oleh pengarang dengan tujuan untuk
mengungkapkan buah pikirannya yang secara khas. Pengungkapan ini lewat jalinan
peristiwa yang baik sehingga menciptakan dan mampu menggerakkan plot cerita itu
sendiri. Dengan demikian plot memiliki anatomi atau bagian-bagian yang menyusun
plot tersebut yang disebut dengan anatomi plot, yakni:
a. Gimmick
Gimmick
adalah
adegan awal dari sebuah drama yang berfungsi sebagai pemikat minat penonton
untuk menyaksikan kelanjutan dari drama tersebut. Sesuai dengan fungsinya, gimmick biasanya berisi teka-teki agar
penonton penasaran dan menimbulkan rasa ingin tahu tentang kelanjutan dari
adegan tersebut. Maka dari itu gimmick biasanya dikemas semenarik
mungkin. Adegan yang terdapat dalam gimmick merupakan benang merah dari
keseluruhan drama. Jika adegan ini dikemas dengan menarik maka penonton akan
penasaran untuk mengetahui bagaimana kelanjutan dari teka-teki ini.
b. Fore
Shadowing
Fore
shadowing adalah
bayang-bayang yang mendahului sebuah peristiwa yang sesungguhnya itu terjadi.
Bisa berupa ucapan atau ramalan seorang tokoh tentang nasib yang akan diderita
oleh tokoh lain.
c. Dramatic
Irony
Dramatic
irony adalah
aksi seorang tokoh yang berkata atau bertindak sesuatu, dan tanpa disadari akan
menimpa dirinya sendiri. Dalam
drama banyak dijumpai tokoh-tokoh ini, dan biasanya tidak disadari oleh tokoh tersebut.
d. Flashback
Flashback
adalah
kilas balik peristiwa lampau yang dikisahkan kembali pada saat ini. Kilas balik
ini berfungsi untuk mengingatkan kembali ingatan penonton pada peristiwa yang
telah lampau tetapi masih dalam satu rangkaian peristiwa drama. Kilas balik
biasanya diceritakan melalui dialog peran, tetapi kilas balik pada film
biasanya berupa kutipan-kutipan gambar.
e. Suspen
Suspen
berisi dugaan, dan prasangka yang dibangun dari rangkaian ketegangan yang
mengundang pertanyaan dan keingintahuan penonton. Suspen akan menumbuhkan dan memelihara keingintahuan penonton dari
awal sampai akhir cerita. Suspen ini
biasanya diciptakan dan dijaga oleh penulis drama dari awal sampai akhir
cerita, supaya penonton bertanya-tanya apa akibat yang ditimbulkan dari
peristiwa sebelumnya ke peristiwa selanjutnya. Dengan menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan ini penonton akan betah mengikuti cerita sampai selesai. Suspen ini biasanya dibangun melalui
dialog-dialog serta laku para peran yang ada dalam naskah drama. Kalau pemeran
atau sutradara tidak cermat dalam menganalisisnya maka kemungkinan suspen terlewati dan tidak tergarap
dengan baik. Hal ini akan menyebabkan kualitas pertunjukan dinilai tidak
terlalu bagus, karena semuanya sudah bisa ditebak oleh penonton. Kalau cerita
itu bisa ditebak oleh penonton maka perhatian penonton akan berkurang dan
menganggap pertunjukan tersebut tidak menyuguhkan sesuatu untuk dipikirkan.
f.
Surprise
Surprise
adalah
suatu peristiwa yang terjadi diluar dugaan penonton sebelumnya dan memancing
perasaan dan pikiran penonton agar menimbulkan dugaan-dugaan yang tidak pasti.
Namun peristiwa yang diharapkan tersebut, pada akhirnya mengarah ke sesuatu
yang tidak disangka-sangka sebelumnya. Surprise dalam drama memang
diperlukan karena dianggap mampu menegaskan pesan drama yang akan disampaikan
kepada penonton. Penulis mencoba memberi gambaran-gambaran yang samar pada
sebuah drama dan gambaran tersebut akan diduga oleh penonton. Dugaan ini akan menimbulkan
rasa ingin tahu, dan rasa ingin tahu ini yang memikat perhatian penonton untuk
menyaksikan cerita tersebut sampai selesai dengan harapan akan menemukan dan
mencocokan jawaban yang sudah dibayangkan. Keahlian penulis untuk memberi
jawaban inilah yang ditunggu oleh penonton, apakah sesuai dengan dugaanya atau
malah berbeda.
g. Gestus
Gestus
adalah
aksi atau ucapan tokoh utama yang beritikad tentang sesuatu persoalan yang
menimbulkan pertentangan atau konflik antar tokoh.
Plot berfungsi sebagi pengatur
seluruh bagian permainan, pengawas utama dimana seorang penulis naskah dapat
menentukan bagaimana cara mengatur lima bagian yang lain, yaitu: karakter,
tema, diksi, musik, dan spektakel.
Plot juga berfungsi sebagai bagian dasar yang membangun dalam sebuah drama dan
keseluruhan perintah dari seluruh laku maupun semua bagian dari kenyataan drama
serta bagian paling penting dan bagian yang utama dalam drama.
Sayuti (2000) dalam Wiyatni
(2006:37) juga menyatakan bahwa plot memiliki sejumlah kaidah yaitu plausibilitas (kemanasukaan), surprise (kejutan), suspense, unity (ketuhanan). Plot yang merupakan rangkaian
peristiwa disusun secara masuk akal meskipun masuk akal di sini tetap dalam
kerangka fiksi. Dengan adanya surprise (kejutan)
maka rangkaian peristiwa menjadi menarik.
Contoh:“DALANG
BERGANTI PERAN DAN MEMAINKAN PERAN HANSIP PENJAGA MALAM”.
Di samping itu
kejutan juga berfungsi untuk memperlambat atau mempercepat klimaks. Klimaks
tampak pada peristiwa yang tak disangka-sangka.
Contoh:“BERBALIK
LALU MEMBANTU AJUDANNYA MEMUKUL LAYAR. BAYANG-BAYANG DI BALIK LAYAR BERJATUHAN.
TAPI KEMUDIAN MUNCUL BAYANGAN WAYANG SOSOK RAKSASA. JENDRAL DAN AJUDANNYA
TERKEJUT, TAKUT LANGSUNG MENYEMBAH”.
Kejutan tersebut berimplikasi
pada jalinan plot selanjutnya yaitu terhadap kejadian berikutnya. Suspense (ketidaktentuan harapan) muncul
ketika rangkaian peristiwa yang berkaitan dengan peristiwa sebelumnya,
tiba-tiba dialihkan ke peristiwa lain yang tidak berkaitan, sehingga kelanjutan
peristiwa tersebut tertunda dan mengalami ketidaktentuan.
Contoh:Babak pertama menceritan seorang
jendral dan ajudannya yang tiba-tiba disegap oleh bayangan wayang raksasa,
dialikhan ke peristiwa lain yang tidak berkaitan babak kedua tentang Soekarno dan seseorang membicarakan Indonesia
kemudian muncul dalang dan pada akhir
babak kedua muncul wayang raksasa lagi yang menyergap si dalang dan muncul
jendral beserta ajudannya untuk membantu melepas dalang dari si raksasa.
Wiyatmi (2006:39) menyatakan
bahwa rangakian peristiwa yang terdapat dalam sebuah karya dituntut memiliki
keutuhan (Iunity). Adanya bagian
awal, tengah, dan akhir dalam suatu plot menunjukkan adanya keutuhan tersebut.
Secara konkret, gambaran tentang intensitas plot itu terlihat pada saat
penikmat dikondisikan ‘terperangkap’ pada berbagai peristiwa sejak pada bagian
awal, tengah, dan akhir drama. Penonton akan dibawah merasakan munculnya suatu
konflik hingga berbagai konflik dan ikut dalam krisis ke krisis yang lain, baik
pada saat ketegangan muncul maupun saat relaksasi.
DAFTAR RUJUKAN
Dewojati, Cahyaningrum. 2010. Drama Sejarah, Teori, dan Penerapannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Soemanto, Bakdi. 2001. Jagat Teater. Yogyakarta: Media Pressindo.
Sumarwahyudi. 2011. Filsafat Ilmu Seni. Malang: Pustaka Kaiswaran.
Supriyono. 2011. Tata Rias Panggung. Malang: Bayumedia Publishing.
Tambajong, Japi. 1981. Dasar-dasar Dramaturgi. Bandung: Harapan Bandung.
Wahyuningtyas, Sri, dan Wijaya Heru Santosa. 2011. Sastra: Teori dan Implementasi. Surakarta: Yuma Pustaka.Wariatunnisa, Alien dan Yulia Hendrilianti. 2010. Seni Teater untuk SMP atau MTs Kelas VII, VIII, dan IX (Rahmawati, Irma dan Ria Novitasari, Ed). Jakarta: Pusat Perbukuan, Kementerian Pendidikan Nasional.
Wiyanto, Asul. 2005. Kesusastraan Sekolah. Jakarta: Grasindo Anggota Ikapi.
Post a Comment for "Analisis Plot Drama (Telaah Jalan Cerita)"