Kumpulan Cerpen Terbaru : Renung Diri
Cerpen Singkat dan Menarik - Waktu memang sangat cepat berlalu. Mengapa aku berkata seperti itu? Parameternya sederhana sekali, aku bahkan tak pernah menyadari bahwa sudah tumbuh uban di rambut dan jenggotku, dan rasanya baru kemarin pula aku menanam pohon kecil pemberian dari kakekku sewaktu aku kecil dulu. Namun pohon jambu bol ini sekarang sudah menjulang begitu tinggi, lebih tinggi dari rumah anggota DPR yang jarang menyapa di seberang jalan sana. 100 tahun usia pohon ini kalau aku tidak salah menyebut. Pohon ini mengundangku agar hadir di ultahnya yang menginjak 1 abad itu. “ Gun, kau bilang kau tak akan ada di sini saat usiamu masih 60 dahulu”. Ya, memang aku pernah berkata demikian kepada pohon ini. Aku menjawab pelan “Entahlah, aku juga tidak mengerti mengapa aku bisa berada di sini’’. Pohon jambu bol itu hanya merengut saja tanda tak paham perkataanku barusan. “ Tidak ada yang istimewa dari menjadi tua, aku tidak datang untuk mengucapkan selamat kepadamu wahai pohon jambu. Karena hanya dengan tidur-tiduran saja, setiap orang juga pasti akan menjadi tua dengan atau tanpa disadari”. Rupanya perkataanku membuat daun telinga pohon jambu bol itu berdiri.” Seenaknya sendiri saja kau bilang seperti itu, Gun! Apa yang kulakukan selama 100 tahun ini tidak semudah seperti apa yang kau katakan! Apanya yang hanya tidur-tiduran? “
Pohon
jambu yang semakin sepuh itu kembang kempis nafasnya menahan marah. “ Sudah
puluhan kali aku harus bertarung dengan badai yang kurang ajar itu dan aku juga
bertahan ketika musim kemarau berkepanjangan datang. Ada juga
orang-orang yang berniat memasang penangkal petir di batang tubuhku ini
supaya tidak ada lagi petir yang menyambar seenaknya sendiri. Asal kau tahu
saja Gun, bagi sebuah pohon seperti aku ini tidak mudah untuk mencapai
usia satu abad.” Aku diam saja mendengar
pohon itu mengomel.”Saat masih muda dulu, aku harus bertahan dari kumpulan
orang tengik yang ingin membangun pasar swalayan dari uang hasil korupsi.””
Lalu?,” aku mencoba bertanya. “ Tapi,
untunglah saat itu di tempatku berpijak ini ada hantu yang menumpang untuk
tinggal, dia marah karena selalu diusik lalu mencekik orang-orang pemerintahan
itu. Sekarang orang-orang itu sudah menjadi hantu juga. Dari situlah aku
mendadak tenar karena dianggap sebagai pohon yang angker. Media massa
menggembar-gemborkan keberadaanku karena aku dianggap punya kekuatan magis dan
ajaib, sehingga aku makin terkenal saja, bahkan lebih terkenal dari
selebriti-selebriti yang berpakaian mini pada zaman itu. Berbondong-bondong
para pakar dari bidangnya masing-masing
mencoba menganalisis diriku dan aku tidak begitu keberatan karena mereka
tidak akan menemukan apa-apa selain pohon jambu bol yang buahnya tengah ranum.
Tapi, aku sangat tersingggung ketika itu ada orang yang berani memasang papan
reklame obat pembesar kemaluan tepat di kepalaku ini.”” Berani-beraninya
orang-orang tak berakal itu memasang iklan di kepala pohon yang tengah jadi
primadona ini! Statusku mendadak berubah drastis. Menjadi bahan olok-olokan dan
cemoohan orang-orang. Kau boleh tidak percaya, tapi hingga sekarang iklan
tersebut masih menancap di kepalaku. Agaknya, obat kemaluan tersebut sudah
meninggalkan rasa malu tak terkira. Seratus tahun aku tinggal bersama rasa malu
dan kau menganggap aku hanya tidur-tiduran saja. Sungguh kurang ajar kau
Gunawan!” Aku tersenyum mendengarnya lalu mengangguk. “ kau benar pohon tua,
aku memang kurang ajar. Tapi tidak kah
kau tahu kalau kurang ajar ini karena terpaksa?”
Cerpen Lainnya :
Cerpen Anak Panah Pembawa Bencana
Cerpen Di Pelupuk Mata
Cerpen Jangan Jadi Seperti Aku
Pohon
jambu itu menjawab.” Kelihatannya kamu tidak mengerti apa yang kumaksud!”” Buat
apa aku mengerti?” jawabku dengan tegas. “ Lalu untuk apa kau datang ke mari?””
Itulah sebenarnya yang ingin kuketahui tapi tak usah kau bantu aku untuk
menemukan jawabannya.” Pohon jambu bol itu memerah mukanya lalu tampaknya coba
memakiku.” Sombong betul kau Gun,
sekarang giliranku bertanya kepadamu, apakah kau sudah temukan jawabannya,
orang tua?” Aku diam lagi dan mendengar pertanyaan pohon jambu itu membuatku
tertegun sejenak. “kenapa kau diam saja Gun? Apa kau belum menemukan jawaban
yang kau cari itu?”” Barusan kutemukan
setelah kau menuduhku tak tahu jawabannya.””Apa?”
Aku
menatap pohon jambu itu dalam-dalam.
Melayang ingatanku ke waktu dimana pertama kali memasukkannya ke dalam
tanah dengan maksud agar dapat bertahan berabad-abad. Tapi, baru satu abad kini
usianya sudah kelihatan kepayahan menahan gempuran perubahan zaman dan sekarang
kudapati dia mencoba beradu argumen denganku. “Aku akan menjawabnya, tapi kau
berani membayarku berapa?” Pohon jambu itu tampaknya terkejut bukan kepalang
mendengar perkataanku.” Berengsek, kau pikir aku ini manusia! Aku hanya sebuah pohon Gun, kalau ingin cari
uang, pergilah sana ke pasar atau gedung MPR!” Aku menjawab tenang. “ Aku baru saja dari sana.” Perkataanku barusan
ternyata membuat geli pohon tua itu. Pohon jambu bol itu tertawa
terbahak-bahak. Tawanya yang menggelegar
itu membuat buahnya yang lebat itu berjatuhan.
Orang-orang yang ada di sekitar sontak lekas berebut buah itu. Aku pun juga ikut mengambil
buah jambu itu. Tapi bukan karena takut
tidak kebagian buah yang jatuh tersebut, tapi karena buah jambu itu jatuh tepat
di kepalaku dan mengotori jenggotku yang lumayan panjang ini.
Kubuka
buah jambu bol itu, dan terdapat ulat yang menggeliat di dalamnya. Kukatakan
pada pohon itu sambil menunjuk buahnya yang jatuh itu.” Setiap buah yang kau hasilkan merupakan buah
yang sudah dikutuk oleh Parikesit. Di dalam setiap buah ini akan ada naga
Taksaka yang konon akan membunuh generasi
penerus Pandawa.” Pohon itu berhenti tertawa. “ aku tidak mengerti sama
sekali tentang mitologi India.” Aku tersenyum tipis saja lalu menjawab. “Sudah
kuduga, kau itu adalah sebuah pohon, bukan gagasan. Sebentar lagi mungkin
orang-orang yang memakan buahmu itu akan mati dipatuk oleh naga Taksaka. Aku
tidak membohongimu, tapi bisa saja aku salah.” Setelah itu, aku pun perlahan
pergi .” He kau, tunggu! Siapapun dirimu,
kau tak boleh pergi begitu saja.” Aku berhenti lalu menoleh. “ Ingatlah,
aku ini telah mati. Tidak ada manusia yang dapat hidup produktif lagi di usia
senja seperti aku ini, Aku bukan pohon seperti dirimu!”” Itu dia, karena kau
bukan pohon, kau bisa hidup meskipun sudah mati. Aku tahu sekarang mengapa kau
datang ke mari! Kau ternyata bukan manusia.” Aku tersenyum untuk kesekian kali
dan menjawab “ Jadi, menurutmu aku bukan manusia? Ya, memang. Aku bukan manusia, tapi sebuah gagasan.” Perdebatan yang panjang dan melelahkan itu
akhirnya berakhir tanpa menghasilkan jawaban yang memuaskan bagi pohon jambu
bol itu. Aku tak ambil pusing, berlalu saja langkah ini meski pohon itu tak
henti-hentinya memanggil namaku. Mungkin baginya gagasan adalah pertanyaan baru
dari sebuah jawaban. Bagiku, gagasan merupakan pemecahan masalah yang tak
pernah ada, gagasan adalah diriku.
*Tanda petiknya ada yang beberapa gabung ( kurang spasinya jadi,seperti double)
ReplyDelete*Spasinya ada yang terlalu panjang
*Kurang tanda baca koma
Nama:Ilmi Nurul Hidayah
No:14
Kelas:XI IPS 2
Cerpennya Sangat Bagus.Gaya Bahasanyapun dapat dimengerti.buktinya Bahasanya sangat akurat dan dapat dimengerti
ReplyDeleteCepennya Sangat Bagus.Gaya Bahasanyapun dapat Dimengerti.buktinya Bahasanya dapat dimengerti
ReplyDeleteBagus sekali, alurnya lumayan sulit ditebak, yang membuat saya tertarik adalah ternyata orang berusia seratus tahun bukanlah manusia melainkan pohon itu sendiri. Menarik sekali
ReplyDeleteCerpen nya sangat menarik dan memotivasi..
ReplyDeleteDan itu mengingatkan saya untuk lebih giat belajar lagi..😀😁
Alur ceritanya sulit ditebak, ceritanya sangat menarik
ReplyDelete