Cerpen Ayah Yang Berhati Besar
"Aku benci Ayah!! Aku sangat membencimu!! Kau adalah orang
yang tak pernah pantas dipanggil Ayah!! Kau telah menghancurkan kehidupanku!!
Kau telah merebut orang yang sangat berarti bagiku!! Kauuuu!!! Aku sangat
membencimu!!" dengan lantang dia mengucapkan bahwa dia sangat membenci
ayahnya. Bagaimana tidak, ayah yang selama ini dia sayangi dengan teganya
membuat ibunya kehilangan nyawa. Sungguh dia sangat membenci ayahnya. Jika saja
ayahnya tidak selingkuh dengan orang itu mungkin sekarang keluarganya akan
hidup bahagia.
"Adiba, ini tidak seperti yang kau pikirkan, nak. Ayah tidak
selingkuh, Adiba. Ayah hanya membantu perempuan itu. Dia orang baik, nak."
meskipun telah dibentak anaknya sendiri. Ayah Adiba tetap bersikap lembut
kepada Adiba. Ia ingin memberitahu alasan mengapa dia menikahi perempuan itu,
akan tetapi waktu yang tidak mendukung. Semua telah berubah, istrinya pergi
meninggalkannya. Dan sekarang hanyalah tinggal mereka berdua. Ayah bersama anak
yang membenci ayahnya.
"Aku tidak perduli. Kau tetap bukan ayahku. Ayahku telah
tiada, dan kau!! Si tua bangka yang tega merenggut ibuku dengan cara kau
menyelingkuhinya. Dimana akal sehatmu!!? Apa disaat kau membantu perempuan itu
kau tidak memikirkan bagaimana kehidupan keluargamu kelak ha!?"
"Cukup, Adiba!" bentak ayahnya dan hal itu semakin
membut Adiba geram. "Kau tidak tahu alasanku menikahinya. Dan tentang ibu,
huhh... Aku akan ceritakan sekarang apa yang membuat dia pergi meninggalkan
kita selama-lamanya."
"Tak usah kau jelaskan pun aku sudah tahu alasannya. Dan itu
semua karena kau!" tak peduli ocehan ayahnya. Adiba menghentakkan kaki
lalu pergi dengan perasaan marah. Membanting pintu dengan sangat keras sekarang
menjadi hobinya.
Pergi tanpa ada tujuan. Ya, itu sekarang yang dilakukan Adiba.
Pergi dengan uraian air mata rindu denga sang ibu. Rindu kasih sayang. Rindu
cinta kasih. Rindu masakannya. Apapun tentang ibu, Adiba sekarang
merindukannya.
Ya, Adiba. Adiba Firdausyi. Gadis cantik berusia 17 tahun yang
ditinggal pergi selamanya oleh ibunya. Gadis yang mengira bahwa ayahnya yang
telah membuat ibunya kehilangan nyawa. Gadis yang dulu sangat menyayangi
ayahnya sekarang telah sangat membencinya. Hanya kasih sayang seorang ibu yang
dapat melembutkan hatinya kembali. Melembutkan hatinya untuk menerima kembali
kasih sayang dari seorang ayah.
Lihat Juga : Cerpen Religi Hijrah
Langkah kakinya kini berjalan tanpa arah. Hingga sekarang dia
berada di depan suatu tempat. Dimana tempat Adiba mengutarakan keluh kesahnya.
Dimana tempat dia mencurahkan segala isi hatinya. Tempat itu adalah makam
ibunya. Ibu yang telah meninggalkannya beberapa tahun silam.
"Ibu.. Mengapa semua orang begitu membuatku sakit. Ayah yang
begitu ku sayangi sekarang telah berubah bu. Aku membencinya. Bahkan, sangat
membencinya. Bu, aku rindu ibu. Aku merindukanmu, bu. Aku sangat merindukanmu.
Kau pernah bilang bukan? Bahwa Tuhan itu adil. Namun nyatanya, Tuhan tak adil
kepadaku, bu. Tuhan tak pernah adil kepadaku. Disaat aku ingin bahagia, Tuhan
merenggutnya. Salah satunya merenggut ibu dari diriku. Tidak adil bukan? Jika
Dia adil, Dia akan memberikan kebahagiaan bagiku, bu. Tapi, apa buktinya?
Justru kesedihan yang aku dapat, bu." tangisnya pecah. Dia sungguh sangat
sakit. Bagaimana tidak, dia sudah menyalahkan Sang Pencipta. Hari ini, dia akan
menangis hingga rasa sakit di dadanya hilang. Namun, itu semua tidak akan
pernah terjadi. Karena disaat luka itu akan sembuh, luka itu dibuka kembali
oleh seseorang yang sangat disayanginya. Ayahnya.
Saat tangisnya mulai mereda, ada sebening air dari langit yang
jatuh ke pipi Adiba. Ia menengadahkan kepalanya melihat langit yang sudah hitam
dan siap meluncurkan titik-titik hujan. Adiba membenci hujan. Karena hujan ia
terlihat lemah. Ia sangat benci hujan. Hujan membuat dia merasa dikasihani.
Meskipun dia sering melihat langit, tapi dia tak pernah suka jika langit itu
menurunkan air hujan.
"Mengapa engkau turun disaat aku sedih ha!? Apa kau tahu, aku
sangat membencimu. Kau membuatku lemah dihadapan semua orang. Kau turun disaat
aku sedang merindukan ibuku. Hari ini kau membuatku semakin membencimu. Bodoh!
Kau sangat bodoh! Lihat bu, betapa semua orang menganggapku lemah. Oh bukan
orang saja, namun alam juga menganggapku lemah. Kau lihat sendiri kan bu? Aku
lemah bu, aku sangat lemah. Aku membenci diriku yang lemah, bu." tangisnya
pecah bersama dengan turunnya hujan. Hujan menjadi saksi bahwa hari ini dia
sangat rapuh. Dia sangat lemah. Hanya dibawah hujan dia bisa menangis
sekuat-kuatnya.
Tanpa ia sadari, ada orang yang tengah melihatnya. Orang yang
sangat menyayanginya. Kini ia tahu, bahwa anak yang membencinya itu adalah anak
yang juga menyayangi dirinya setulus hati. Rasa bersalah kini menyelimutinya.
Andaikan dulu ia tak membantu perempuan itu, mungkin kini keluarganya masih
utuh meskipun itu tidak akan terjadi.
"Maafkan ayah, Diba. Sekali lagi tolong maafkan ayah."
pertahanannya pun jatuh. Ia tak bisa melihat putrinya seperti ini. Seperti
kehilangan prinsip hidupnya. Kehilangan separuh jiwanya.
"Putri kecilku, Adiba Firdausyi. Ayah berjanji akan mengembalikan
kebahagiaan yang hilang darimu, nak." ayah bermonolog sendiri, seolah-olah
ia sedang berbicara dengan putri kecilnya.
Hujan semakin deras. Semakin benci yang Adiba rasakan. Ingatannya
kembali ke beberapa tahun silam disaat mereka semua sedang berlibur. Dikala itu
hujan mengguyur mereka bertiga. Adiba yang kedinginan hingga membuat wajahnya
pucat pasi. Keadaan yang sangat memprihatinkan, namun dengan cepat ayahnya
merengkuh Adiba kedalam pelukannya, mencarikan keadaan terhangat untuk putri
kecilnya itu. "Jangan menangis, Diba. Ada ayah disini, nak. Kamu sudah
aman bersama ayah." senyum Adiba pun mengembang. Ia sangat tahu bahwa
dirinya sangat dikhawatirkan oleh ayahnya. Mengingat betapa sayang ayah
kepadanya.
Cerpen Lainnya : Cerpen Cinta Yang Terkubur Waktu
Namun sekarang, untuk memberinya senyuman saja ia enggan apalagi
dipeluk olehnya. Sangat tidak mungkin bagi Adiba. Tangis bahagia ketika
mengingat masa lalu. Dimana ia diberikan kasih sayang melebihi siapapun. Dimana
ia selalu dikhawatirkan oleh superheronya. Sekarang? Berbanding terbalik dengan
masa lalunya. Hingga tertawa dibawah hujan pun ia lakukan sekarang. Tawa itu
penuh dengan luka. Oh Tuhan mengapa engkau tak adil bagiku. Batin Adiba.
"Bu, Diba pulang ya. Besok Diba kesini lagi. Semoga ibu
bahagia disana."
Langkah kaki kecilnya kini menjauh dari tempat abadi ibunya.
Sekarang, dia pergi tak tentu arah hingga dia menerima sebuah telefon dari
asisten rumah tangganya.
"Non... Bapak kecelakaan non. Sekarang ada di Rumah Sakit
Medika Utama. Non... Bapak kritis." seperti petir yang menyambar Adiba,
dibawah hujan dia mendapatkan kabar buruk. Meskipun pribadinya membenci
ayahnya, namun jauh dilubuk hatinya ia masih mengkhawatirkan ayahnya.
"A..a..apa? Kenapa bisa seperti itu bi? Adiba segera kesana
bi, 15 menit lagi Adiba sampai." menangis sambil menerobos hujan adalah
hal yang paling dibenci Adiba. Namun, ini adalah hal yang darurat. Jadi, mau
tidak mau Adiba harus melawan rasa benci itu. Ayah, kumohon bertahanlah demi
aku. Tak terasa air mata itu kembali jatuh dari pelupuk matanya. Hujan hari
ini adalah saksi betapa rapuhnya dia.
Datang dengan keadaan basah kuyup, wajahnya yang sudah pucat pasi
kini mengahmpiri seorang lelaki yang tengah terbujur kaku diatas bankar rumah
sakit. Hingga dia dikagetkan dengan suara langkah yang sangat keras--seperti
suara seseorang berlari--dan itu menuju ke ruang ayahnya.
Jantungnya berdegup dengan kencang. Air matanya pun menetes
sekarang. Tangisannya tersedu-sedu dipelukan asisten rumah tangganya.
"Bi..hiks..ayah..tidak mungkin..meninggalkan..Adiba kan, bi?hiks.."
bibi yang melihat itu langsung mengelus punggung majikannya itu. Dia tahu,
meskipun majikannya membenci ayahnya, ia tahu bahwa Adiba pasti mempunyai
perasaan khawatir didalam lubuk hatinya. "Bapak akan baik-baik saja non.
Kita hanya perlu berdo'a saja. Dokter sedang mengusahakan agar bapak selamat,
non."
Keterkejutan Adiba semakin memuncak dikala dokter membawakan
berita bahwa ayahnya dalam keadaan koma. Tubuh gadis itu seketika terjatuh
pingsan, semua orang terkejut begitu juga dengan asisten rumah tangganya. Tubuh
Adiba langsung dipobong menuju ke ruang perawatan.
Disisi lain, ayahnya kini tengah berada disuatu tempat. Tempat
yang sangat menenuduhkan. Dalam tempat itu, ayah Adiba bertemu dengan
istrinya--ibu kandung Adiba. "Suamiku, mengapa kau disini? Apa kau tidak
lihat betapa rapuhnya Adiba? Aku tahu ini tak sepenuhnya salahmu. Aku mohon,
jelaskan kepadanya. Dia tak benar-benar membencimu. Kumohon secepatnya jelaskan
kepadanya." setelah mengatakan itu, istrinya pergi meninggalkannya. Aku
tahu, cepat atau lambat Adiba harus mengetahui ini. Batinnya.
Tiga bulan sudah terlewati, ayah Adiba belum juga tersadar dari
komanya. Sedangkan Adiba, kini ia sedang menunggu ayahnya. Menunggu seseorang
yang pernah ia benci. Sangat membencinya. Namun, hari ini ia menyadari bahwa
apa yang ia lakukan adalah hal yang paling salah dan tak seharusnya ia lakukan.
Baca Juga : Cerpen Remaja Ratu Sosmed
Duduk disamping ayahnya dan menggenggam tangannya. Tak terasa, air
mata yang sudah mengumpul di pelupuk matanya kini meluncur sudah. Tersedu-sedu
tangisannya, mengingat betapa bersalahnya ia kepada ayahnya.
"Ayah..hiks..ma..maafkan..Adiba. Hiks..jika
saja..Diba..ma..u..men..dengar..kan..ayah hiks mung..kin..ini tidak
akan..terjadi ayah. A..di..ba menyesal."
Sebulan yang lalu, Adiba menemukan sebuah surat yang ada dilaci
meja belajarnya. Dengan rasa penasaran ia membukanya. Betapa terkejutnya Adiba
disaat tahu bahwa isi surat itu adalah alasan mengapa ayahnya menikahi
perempuan itu.
Adiba, ayah tau kau pasti marah, bahkan sangat marah hingga kau
membenci ayah. Tapi nak, ayah melakukan itu semua beralasan Diba. Ayah
menikahinya karena malam itu, ayah melihat perempuan itu sedang dalam musibah
besar. Dia, wanita yang kau benci adalah wanita yang sangat kau kenali nak, iya
dia adalah bu Risma. Kau tahu bu Risma bukan? Malam itu, dia sedang dirampok
dan kebetulan ayah dalam perjalanan pulang waktu itu. Saat ayah menolongnya,
perampok itu malah menghajar bu Risma dan melepas hijab yang ada di kepalanya
dengan paksa. Ayah terkejut nak, bu Risma menangis sesenggukan dan secara
spontan ayah langsung memeluknya memberi dia kekuatan.
Disaat bu Risma mulai diam, dia berkata "Kau telah melihatku
seperti ini mas, ku mohon nikahilah aku." mendengar ucapannya, ayah
terkejut dan sempat memikirkan bagaimana perasaan kalian. Ayah sangat
menyayangi kalian. Ayah bimbang nak, yang ayah lakukan malam itu hanya diam dan
seketika ayah teringat ibumu. Ayah langsung menelepon ibumu dan menceritakan
semuanya. Kau tahu apa jawaban ibumu? Dia sangat setuju Diba. Ayah tahu dia
sudah memikirkannya dengan matang. Ibumu tidak mungkin memustuskan masalah
dengan tergesa-gesa. Tak menunggu lama, ayah langsung menikahinya Diba. Ayah
tahu ini salah ayah. Tapi, bukankah kita harus saling tolong menolong nak?
Dan soal ibu pergi meninggalkan kita, bukan karena ibu terkejut
nak, bukan. Ibu telah membunyikan rahasia terbesar darimu. Ibu mengidap
penyakit jantung. Menurut prediksi dokter, ibu tidak bisa bertahan lebih lama
lagi. Itu semua disembunyikan dari dirimu, nak.
Adiba, ayah sangat menyayangimu. Bukan hanya ayah, ibu, tetapi
alam pun juga menyayangimu, nak. Disaat kau pergi ke makam ibumu, ayah
mengikuti dan melihat semuanya. Ayah rindu putri kecil ayah. Adiba, sekali lagi
mohon maafkan ayah, nak. Jika kejujuran ini tak membuatmu memaafkan ayah, biarlah.
Namun, ayah sangat berharap kamu mau memaafkan ayah, nak.
Salam tersayang,
Ayah
Hari ini, Adiba menemukan bukti bahwa selama ini yang dia lakukan
adalah salah besar. Bolehkah sekarang Adiba memeluk ayahnya? Dia ingin meminta
maaf. Adiba telah memerlakukan ayahnya seperti hewan, membentaknya, sungguh
demi apapun Adiba ingin memeluknya sekarang.
Adiba masih menggenggam tangan ayahnya. Air matanya terus
mengalir, dia sangat menyesali perbuatannya. "Ayah ku mohon bangunlah.
Putri kecilmu ingin memelukmu yah. Adiba minta maaf ayah" hingga terasa
pergerakan jari-jari dari ayahnya. Adiba berlari kemudian berteriak memanggil
dokter. Tak sampai menunggu lama, dokter pun sampai.
Ayah Adiba telah siuman. Kabar bahagia bukan? Ya, selama tiga
bulan dia melawan yang ada didalam dirinya. Kini, ia sepenuhnya sadar dan
mendapatkan sebuah gadis cantik yang mengkhawatirkannya. Gadis cantik yang
beberapa waktu lalu begitu membencinya. Gadis cantik yang sangat dirindukannya.
"Adiba.."
"Ku mohon jangan katakan apapun lagi, yah. Aku
menyesal..hiks..ayah Adiba minta maaf..Adiba sudah
tidak..mendengarkan..ayah..lagi.. Adiba..pantas dihukum ayah." tangisnya
pecah sudah. Direngkuh gadis itu ke dalam pelukan ayahnya. Sungguh ia tak
sanggup melihat putri kecilnya menangis seperti ini.
"Adiba, ayah sudah memaafkanmu nak. Ayah memahami semuanya.
Disini ayah yang salah, Diba. Jangan menangis lagi, nak. Mulai hari ini, ayah
berjanji akan membahagiakanmu."
"Aku sangat menyayangimu ayah." dicium pucuk kepala
Adiba oleh ayahnya. Hari ini, semuanya menjadi saksi bahwa tak akan ada yang
bisa memisahkan dua orang yang saling menyayangi itu. Anak yang membenci
ayahnya, kini telah berhasil kembali kepada ayahnya yang sangat dia sayangi.
Sekarang, mereka berdua telah berada di tempat yang paling mereka
sayangi. Makam ibu. Disini, Adiba akan mengungkapkan betapa bahagianya dia.
Bahagia telah berhasil menjadi putri kecil ayahnya kembali. Selain Adiba, ayah
kini juga sedang mengungkapkan betapa bahagianya ia. Dari tidur panjangnya, ia
bertemu dengan kekasih yang sangat dicintainya. Ia menunjukkan bahwa semuanya
akan baik-baik saja.
"Karin, aku sudah menepati janjiku bukan? Aku sudah memberi
tahu Adiba tentang semua ini. Aku pun sudah usaha untuk membuat Adiba bahagia
kembali. Hari ini didepanmu, seorang ayah telah meminta maaf kepada putri
kecilnya."
"Ibu, aku marah ketika ibu menyembunyikan rahasia terbesar
ibu. Namun, hari ini aku sadar, bahwa Tuhan itu lebih menyayangi ibu sehingga
Dia mengambil ibu dariku. Bu, aku pernah bilang bukan? Bahwa Tuhan itu tak
adil? Sekarang aku sudah membuktikan sendiri, bahwa Tuhan memang adil,
bu."
Hujan turun bersamaan dengan turunnya air mata gadis cantik.
Namun, dalam situasi ini berbeda. Beberapa waktu lalu, hujan turun disaat
hatinya sedang bergemuruh. Hari ini, hujan turun bersama dengan hatinya yang
bahagia. Dan ia menyadari, bahwa alam juga merasakan apa yang ia rasakan.
Seperti sekarang, hujan seakan-akan turun disaat langit cerah. Itu tandanya
langit sedang berbahagia seperti Adiba kini.
Maafkan aku alam yang telah berburuk sangka kepadamu. Terima kasih. Batin Adiba.
Cerpen ini mengingatkan saya lagi dengan sosok ayah, yang sering berkorban untuk kita
ReplyDelete