Peran Sastra Anak Terhadap Perkembangan Anak
Menurut Warren & Wellek
(dalam Kurniawan, 2009:4), “Sastra adalah karya imajinatif manusia
yang bermediakan bahasa dan mempunyai nilai estetika yang dominan”. Peristiwa,
latar, dan tokoh yang ada dalam karya sastra tidak benar-benar ada atau terjadi
dalam kehidupan nyata secara keseluruhan. Artinya, hanya sebagian dari cerita yang
benar-benar terjadi, dan sebagian yang lain berupa rekaan; hasil imajinasi
pengarang.
Artikel
Terkait : Perkembangan Cerita Fantasi Anak di Indonesia
Adapun nilai estetika itu mencakup keindahan
dalam menggambarkan kehidupan dalam karya sastra dan keindahan dalam
menggunakan bahasa untuk melukiskan kehidupan tersebut.
Sastra sebagai karya mempunyai
isi (content) yang berupa pesan-pesan dan makna yang digambarkan dalam
kehidupan (dunia dalam kata) dengan media bahasa yang estetis, yaitu bahasa
yang indah dan berbeda dengan bahasa sehari-hari (defamiliar) (Kurniawan
(2009:4). Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa karya sastra dapat
digunakan sebagai salah satu media komunikasi antara penulis dan pembaca secara
tidak langsung.
Pesan-pesan yang ingin disampaikan
penulis disajikan melalui kata-kata yang ada dalam cerita kepada pembaca. Sastra
anak menurut Kurniawan (2009:5) adalah sastra yang dari segi isi dan bahasa
sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual dan emosional anak.
Hampir sama dengan pendapat tersebut,
Nurgiyantoro (2005:8) menyatakan bahwa sastra anak adalah buku-buku bacaan yang
sengaja ditulis untuk anak-anak, buku yang isinya sesuai dengan perkembangan
intelektual dan emosional anak, dan karena beberapa faktor tersebut, buku-buku
itu dapat memuaskan anak-anak. Jadi, sastra anak adalah sastra yang ditujukan
untuk anak-anak serta sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual dan
emosional anak dari segi isi dan bahasa.
Baca
Juga :
Ada beberapa hal yang menjadi ciri dari
sastra anak. Alur cerita dan karakter tokoh yang digunakan sederhana, mudah
dipahami, dan diimajinasikan oleh anak, tidak berbeli-belit, dan tidak kompleks
(Nurgiyantoro, 2005:9). Anak-anak belum bisa menjangkau alur cerita yang
kompleks, karena akan sulit dipahami oleh anak. Begitu juga dengan karakter
tokoh. Karakter tokoh menunjuk pada karakter yang sederhana dan familiar dengan
anak sehingga anak merasa dekat dan mudah mengenali.
Bahasa yang digunakan dalam sastra anak
adalah bahasa yang sederhana; sederhana dalam kosakata, struktur, dan ungkapan
(Nurgiyantoro, 2005:9). Hal ini dikarenakan anak-anak belum bisa menjangkau
kosakata yang rumit dan struktur kalimat yang kompleks. Oleh karena itu, bahasa
yang digunakan dalam sastra anak adalah bahasa yang mudah dipahami oleh
anak-anak.
Isi dari sastra anak pada umumnya
berupa pesan yang ingin disampaikan penulis kepada anak-anak sebagai pembaca.
Baca
Juga :
Pesan dapat berupa nilai-nilai, moral,
dan pendidikan yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan pemahaman anak
(Kurniawan, 2009:5). Dengan demikian, pesan yang disampaikan oleh penulis
diharapkan dapat memberikan dampak yang positif bagi anak-anak sebagai pembaca.
Hubungan Perkembangan Anak dengan Sastra Anak
Apabila berbicara mengenai sastra anak,
maka erat hubungannya dengan perkembangan anak. Sastra anak bisa memberikan
andil bagi perkembangan anak. Dalam
penelitian ini, cerita fantasi dikhususkan untuk anak-anak dengan rentang usia
7—11 tahun, karena pada masa ini anak-anak sudah mulai dapat mengembangkan
imajinasi ke masa lalu atau masa depan, …. (Nurgiyantoro, 2005:52).
Menurut Brady dan
Huck dkk. (dalam Nurgiyantoro, 2005: 52—53), pada usia 7—11 tahun, anak
memasuki tahap operasional konkret (the concret operational). Pada tahap ini
anak sudah dapat (1) membuat klasifikasi sederhana, menglasifikasikan objek
berdasarkan sifat-sifat umum, (2) membuat urutan sesuatu secara semestinya, menurutkan
abjad, angka, besar-kecil, dan lain-lain, (3) mulai dapat mengembangkan
imajinasinya ke masa lalu atau masa depan, (4) berpikir argumentatif dan
memecahkan masalah sederhana, ada kecenderungan memeroleh ide-ide sebagaimana
yang dilakukan oleh orang dewasa, namun belum dapat berpikir tentang sesuatu yang
abstrak.
Artikel
Lainnya :
Pada rentang usia ini, anak
juga sudah dapat membedakan fantasi dengan realita dan menghargai petualangan
imajinatif (Brady dalam Nurgiyantoro, 2005:62—63). Dari kedua pendapat tersebut
dapat diketahui bahwa anak usia 7—11 tahun secara inteketual dan kebahasaan
sudah bisa memahami isi cerita fantasi. Oleh karena itu, cerita fantasi dapat
diberikan pada anak dengan rentang usia 7—11 tahun.
DAFTAR
RUJUKAN
Kurniawan, H. 2009. Sastra Anak dalam Kajian Strukturalisme,
Sosiologi, Semiotika, hingga Penulisan Kreatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nurgiyantoro,
B. 2005. Sastra Anak: Pengantar Pemahaman
Dunia Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Post a Comment for "Peran Sastra Anak Terhadap Perkembangan Anak"