Problematika Sosiologi Sastra - Tinjauan Ahli
Pada postingan
terdahulu, Artikel Kami sudah pernah membahas mengenai hakikat sosiolinguistik.
Pembahasan tersebut merupakan asimilasi dari dua disiplin ilmu yang berbeda,
yaitu sosiologi dan linguistik. Kali ini, Artikel Kami akan membahas bidang
multidisipliner yang lain, yaitu sosiologi sastra. Untuk penjelasan
selengkapnya, simak uraian berikut.
Problematika Sosiologi Sastra
Setelah mengetahui
makna mengenai sosiologi, ada beberapa orang ahli yang mempertanyakan tentang sosiologi
sastra yang merupakan penggabungan dua disiplin lmu yang berbeda.
Damono (1978:7)
dalam Saraswati (2003:3) menjelaskan perbedaan yang ada antara keduanya bahwa
sosiologi melakukan analisis ilmiah yang objektif, sedangkan sastra mencoba memahami
setiap kehidupan sosial dari relung perasaan yang terdalam.
Seandainya ada dua
orang sosiolog mengadakan penelitian atas satu masyarakat yang sama, hasil
penelitian itu besar kemungkinan menunjukkan persamaan juga.
Sedangkan seandainya
ada dua orang novelis menulis tentang suatu masyarakat yang sama, hasilnya
cenderung berbeda sebab cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya
itu berbeda-beda menurut pandangan seseorang dengan seseorang yang lain. Kerancuan
sosiologi sastra sebagai disiplin ilmu mendapat berbagai tanggapan dari para
ahli di antaranya Swingewood, Wellek dan Warren, Wolf, serta Daiches.
Mutu Sosiologi Sastra Buruk
Menurut Swingewood
dalam Damono (1978:8) dalam Saraswati (2003:4) kebanyakan tulisan sosiologi
sastra sangat buruk mutunya, setidak-tidaknya karangan semacam itu biasanya
tidak ilmiah, pandangan sosiologisnya sangat ketinggalan, dan sering hanya
berisi hubungan-hubungan tidak jelas antara teks dengan sejarah.
Yang menjadi
persoalan bagi Swingewood karya sastra harus didekati dari segi struktur dalam
metafora, penyusunan citra, ritme, dinamika alur, latar, penokohan, dan
lain-lain.
Adapun pendekatan
yang digunakan di luar itu tidak diperkenankan sepenuhnya untuk menentukan
penilaian akhir. Mereka biasanya merupakan kaum strukturalis yang sama sekali
menolak pandangan bahwa hal-hal yang bersifat ekstrinsik dapat membantu dalam
mengungkapkan karya sastra.
Pendekatan sosiologi
sastra yang sering dilakukan saat ini menaruh perhatian yang besar terhadap
aspek dokumenter sastra: landasannya adalah gagasan bahwa karya sastra merupakan
cermin zamannya. Pandangan ini beranggapan bahwa sastra merupakan cermin
langsung dari pelbagai segi struktur sosial, hubungan kekeluargaan,
pertentangan kelas, dan sebagainya.
Dalam hal ini, tugas
seorang ahli sosiologi sastra adalah menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh
khayal dan situasi-situasi ciptaan pengarang itu dengan keadaan sejarah yang
merupakan asal-usulnya. Tema dan gaya yang ada dalam karya sastra yang bersifat
pribadi itu, harus diubah menjadi hal-hal yang sosial sifatnya.
Sastra dan Masyarakat Bersifat Sempit dan Eksternal
Wellek dan Warren
(1993:109-110) dalam Saraswati (2003:4) mengatakan bahwa biasanya masalah
seputar “sastra dan masyarakat” bersifat sempit dan eksternal. Sastra dikaitkan
dengan situasi tertentu atau dengan sistem politik, ekonomi, dan sosial
tertentu. Penelitian dilakukan untuk menjabarkan pengaruh masyarakat terhadap
sastra dan kedudukan sastra dalam masyarakat.
Pendekatan
sosiologis ini terutama dipakai untuk pendukung filsafat sosial tertentu.
Kritikus aliran Marxisme tidak hanya mempelajari antara kaitan sastra dengan
masyarakat, tetapi juga memberi batasan bagaimana seharusnya hubungan itu dalam
masyarakat zaman sekarang dan masyarakat di masa mendatang yang tidak mengenal
kelas.
Para kritikus
Marxisme melakukan kritik yang memberikan penilaian dan menghakimi, didasarkan
pada kriteria politik dan etika yang non-sastra. Mereka adalah ilmuwan sastra
yang merangkap menjadi peramal masa depan, pemantau, dan ahli propaganda.
Selanjutnya Wellek
dan Warren mempertanyakan aksioma DeBonald bahwa “sastra adalah ungkapan
perasaan masyarakat” (literature is an expression of society). Apabila yang dimaksud bahwa sastra secara
tepat mencerminkan situasi sosial pada kurun waktu tertentu, pemgertian ini
keliru.
Baca Juga : Kritik Sastra Novel Siti Nurbaya
Apabila hanya
menyampaikan bahwa sastra menunjukkan beberapa aspek realitas sosial, ungkapan
itu dinilai terlalu dangkal dan samar. Lebih jelas lagi apabila dikatakan bahwa
sastra mencerminkan dan mengekspresikan hidup. Tetapi, tidak benar apabila
dikatakan bahwa pengarang mengekspresikan kehidupan secara keseluruhan atau
kehidupan zaman tertentu secara konkret dan menyeluruh.
Dengan mengatakan
bahwa pengarang harus mengekspresikan kehidupan sepenuhnya– mewakili masyarakat
dan zamannya – kita sudah memaksakan suatu kriteria penilaian tertentu. Kritik
sosial yang lain bahkan menuntut pengarang untuk menganut sikap atau ideologi
yang sama dengan yang dianut oleh kritikusnya.
Wellek dan Warren
juga mempertanyakan kritik aliran Hegel dan Taine yang mengatakan bahwa
kebesaran sejarah dan sosial disamakan dengan kehebatan artistik. Seniman menyampaikan
kebenaran sejarah dan sosial. Karya sastra merupakan “dokumen karena merupakan
monumen” (document because they are monument).
Dibuat postulat antara
kejeniusan sastra dengan zamannya. “Sifat mewakili zaman” dan “kebenaran
sosial” dianggap sebagai sebab dan hasil kehebatan nilai artistic suatu karya
sastra. Karya sastra yang jelek atau yang biasa-biasa saja – walaupun dianggap
sebagai dokumen sosial yang lebih baik oleh ahli sosiologi modern – dinilai
tidak ekspresif oleh Taine; jadi tidak mewakili zamannya. Sastra bagi aliran
ini bukan merupakan cerminan proses sosial, melainkan intisari dan ringkasan
dari semua sejarah.
Sosiologi Sastra sebagai Tanpa Bentuk
Menurut Wolf dalam
Faruk (1994:3) dalam Saraswati (2003:6) sosiologi sastra sebagai tanpa bentuk,
tidak terdefinisikan, kumpulan yang belum utuh tentang (a) kepengarangan, (b)
produksi dan distribusi karya sastra, (c) sastra dalam masyarakat primitif, (d)
hubungan nilai dalam seni dan nilai dalam masyarakat, (e) tentang data historis
mengenai hubungan sastra dan masyarakat, (f) sosiologi perstehen atau
fenemenologis.
Data Sosial Tidak Akurat untuk Menilai Karya Sastra
Daiches dalam Damono
(1978:10) dalam Sasraswati (2003:6) ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu
masalah hubungan data sosiologis dan kritikus sastra serta hubungan antara
nilai sosiologis dan nilai sastra. Pertama, hubungan data sosiologis dan
kritikus sastra. Seorang kritikus sastra yang memberikan penjelasan dengan
menyebutkan sejumlah data sosiologis yang banyak belum tentu dapat dikatakan
sebagai kritikus yang handal.
Ia mengambil contoh
masyarakat Inggris pada abad ke-18. Dia mengandaikan bagaimana cara seorang
kritikus memanfaatkan data tersebut apabila ia ingin menulis kritik tentang
esai-esai yang dimuat dalam majalah Spectator yang sangat terkenal pada
abad itu.
Dengan mudah data
sosiologis dapat dihubungkan dengan tujuan sosial esai tersebut atau dengan
pemilihan pokok pembicaraann dalam karangan-karangan itu. Data itu juga dapat dipergunakan
untuk menjelaskan mengapa anggota kelas menengah yang membeli majalah Spectator
itu suka membaca; dan selanjutnya hal itu mungkin menunjukkan hubungan antara
apa yang mereka baca dan mengapa mereka membaca.
Dari contoh tersebut
jelas bahwa jalan memintas dari sosiologi ke sastra tidak dapat dibenarkan.
Apabila seandainya dapat menerima “jalan memintas” itu, menurut Daiches kita
harus mengakui juga bahwa buku Uncle Tom’s Cabin karya Harriet Beecher
Stowe itu jauh lebih bernilai dibandingkan dengan sandiwara Hamlet karya
Shakespeare.
Buku Stowe itu
dianggap sebagai penyulut semangat segolongan orang Amerika dalam abad ke-19
yang ingin membebaskan negeri itu dari sistem perbudakan; sedangkan Hamlet
kapanpun tdak pernah mampu menyebabkan peristiwa sosial yang berarti.
Kedua adalah hubungan antara nilai sosiologis
dan nilai sastra. Daiches beranggapan bahwa pendekatan sosiologis itu pada hakikatnya
merupakan pendekatan genetik; pertimbangan karya sastra dari segi pandangan
asal-usulnya, baik yang bersifat sosial maupun individual. Dalam hal ini ia berpendapat
bahwa nilai sosiologis (yang menjadi penyebab, asal-usul) tidak dapat
dipindahkan ke sastra (yang menjadi akibat, hasil) tanpa perubahan apa-apa.
Sebuah novel belum tentu bernilai buruk apabila ia diciptakan dalam suatu
masyarakat yang buruk.
Daiches percaya
bahwa ada kriteria penilaian karya sastra yang bersumber pada hakikat sastra
itu sendiri. Jadi, untuk menilai suatu karya seni perlu mengetahui sejarah yang
melatarbelakanginya. Inilah hubungan antara sejarah (dan sosiologi) dan sastra.
Hubungan antara pendekatan genetik dan pendekatan evaluatif.
DAFTAR RUJUKAN
Faruk. 2010. Pengantar
Sosiologi, dari Strukturalisme Genetik sampai Post-modernisme. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Junus, Umar.
1986. Sosiologi Sastera. Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian
Pelajaran Malaysia.
Ratna, Nyoman
Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saraswati,
Ekarini. 2003. Sosiologi Sastra, Sebuah Pemahaman Awal. Malang: UMM
Press.
Post a Comment for "Problematika Sosiologi Sastra - Tinjauan Ahli"