Teori Sosial Marxisme : Konsep dan Implementasi Marxisme
Para pemikir atau thinker di masa lalu kerap mengeluarkan
sejumlah teori. Teori tersebut banyak membantu berkembangnya peradaban suatu
negara, di sisi lain banyak juga teori dari para pemikir yang justru
menimbulkan kesengsaraan dan kekacauan di dunia. Oleh karena itu, Artikel Kami
akan membahas secara khusus seorang filsuf ternama asal Uni Soviet yang telah
menelurkan suatu teori, yaitu teori
sosial Marxisme. Untuk selengkapnya simak penjelasan berikut.
Konsep Teori Sosial Marxisme
Dalam bukunya
berjudul The Sociology of Literature,
Swingewood (1972) mendefinisikan sosiologi sebagai studi yang ilmiah dan objektif mengenai
manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses sosial.
Kemudian dalam
bukunya Faruk berasumsi
bahwa sosiologi bertindak sebagai acuan guna menjawab pertanyaan mengenai
bagaimana komunitas masyarakat terbentuk, bagaimana cara kerjanya, dan mengapa
masyarakat itu bertahan hidup (Faruk, 1999:1).
Menurut John Hall
dalam Faruk (1999: 5)teori sosial yang dicetuskan oleh Marx memegang peranan
yang sangat doominan dalam bidang sosioogi sastra. Terdapat tiga faktor yang
menyebabkan hal itu.
Pertama, Marx
sendiri pada mulanya adalah seorang sastrawan sehingga teorinya tidak hanya
memperhatikan perhatian khusus pada kesusastraan, melainkan dipengaruhi oleh pandangan dunia romantik dalam kesusastraan.
Kedua, konten dari social theory Marx tidak hanya bermuatan
teori yang netral, tetapi juga memuat ideologi atau pandangan yang keberhasilannya
secara berkala berusaha diwujudkan oleh para penganut teori sosial Marx.
Ketiga, di dalam
teori sosial Marx terbangun suatu totalitas kehidupan sosial secara integral
dan sistematik yang di dalamnya kesusastraan
ditempatkan sebagai salah satu lembaga sosial yang tidak berbeda dari
lembaga-lembaga sosial lainnya seperti ilmu pengetahuan, agama, politik, dan sebagainya,
sebab semuanya tergolong dalam satu kategori sosial, yaitu sebagai aktivitas mental yang dipertentangkan
dengan aktivitas material manusia.
Secara garis besar
teori Marx tersebut dikemukakan oleh George dan de George dalam Faruk (1999:5)
sebagai berikut ini.
Marx berpendapat
bahwa seorang manusia harus utuh secara jasmani dan rohani sebelum manusia
mampu berpikir secara sempurna. Tentang cara dan pola berpikir mereka dan apa
yang mereka pikirkan pasti berhubungan dengan bagaimana mereka menjalani hidup sebab
yang diekspresikan manusia dengan pola-pola pengekspresiannya tercermin pada
apa dan bagaimana manusia hidup.
Marx menyebut bahwa
adalah suatu kesalahan jika menganggap kesadaran merupakan suatu yang selalu
dimiliki manusia dengan berbagai bunga-bunganya dan bahwa manusia secara
intelektual mampu menentukan kondisi-kondisi kehidupannya.
Kesadaran, seperti
manusia sendiri, berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupannya. Pemikiran
dan gagasan-gagasan berkembang bersama-sama dengan aktivitas dan kehidupan
manusia. Aktivitas intelektual manusia muncul terpisah dari aktivitas praktis
manusia.
Jika distribusi
kerja sudah jauh sekali berkembang sehingga terdapat probabilitas baginya untuk
menjadi seorang thinker atau pemikir seutuhnya karena kebutuhan fisik dan yang
lainnya sudah diurus oleh orang lain.
Marx percaya bahwa kondisi
kehidupan masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap terbentuknya strukutr
sosial dalam lingkungan tersebut, bagaimana cara masyarakat tersebut
berinteraksi, dan juga dalam hal sastra dan bahasa.
Oleh karena itu, Marx
mengklasifikasikan masyarakat menjadi infrastruktur atau dasar ekonomi makro dan
superstruktur yang dibangun dengan kepentingan menjadi tujuan utama.
Implementasi Teori Marxisme
Dalam model teori
Marxisme hal yang substansial dalam bidang dasar ekonomi adalah perangkat, metode,
dan hubungan relasi dalam produksi.
Tersedianya alat-alat
produksi pasti ditunjang dengan bahan-bahan yang tersedia bagi proses produksi,
metode dan teknologi produksi yang ada, dan hubungan produksi dengan tipe
pemilikan yang merata bersama-sama dengan pembagian sosial antara pemilik
alat-alat produksi dengan pekerja yang muncul bersama dengannya dalam suatu
masyarakat kelas.
Proses
produktif merupakan sesuatu yang dinamis,
bukan yang statis, struktur-struktur hubungan sosial di atas pun dapat berkembang
dan berkonflik satu sama lain, menghasilkan ketegangan-ketegangan yang dapat
dipecahkan hanya dengan menggantikannya dengan ketegangan-ketegangan yang baru.
Bagi Marx, sejarah
manusia yang utama adalah hasil dari perkembangan masyarakat primitif membuka jalan bagi
masyarakat perbudakan yang ada gilirannya berkembang menjadi feodalisme yang
juga membuka jalan bagi munculnya kapitalisme.
Setiap era atau
zaman memiliki karakteristik tersendiri yang ditunjang oleh ragam produksi dan
kepemilikan pribadi. Dividen masyarakat menjadi dua, yaitu tuan dan budak, bangsawan, dan hamba,
pengusaha, dan buruh, tidak berakhir hanya pada tatanan produksi, melainkan
menjalar kewilayah-wilayah kehidupan lain. Suatu masyarakat yang secara
mendasar dibagi oleh hubungan-hubungan sosial yang lain.
Oleh karena itu,
hubungan-hubungan sosial, lembaga-lembaga, hukum-hukum, agama, filsafat, dan
kesusastraan menjadi superstruktur masyarakat yang mencerminkan dan utamanya
ditentukan oleh infrastruktur masyarakat yang berupa hubungan produksi diatas.
Tuan-tuan tidak
hanya memerintah/mengatur produksi, melainkan seluruh masyarakat. Masyarakat
berbeda dengan budak, mereka adalah pembuat dan pelaksana undang-undang.
Hukum-hukum yang mereka buat mencerminkan posisi dan status mereka dan secara
sadar atau tidak hukum-hukum yang mereka buat dikarangkakan untuk melindungi
kepentingan dan milik-milik mereka.
Lembaga-lembaga yang
berkembang secara erat terikat pada pembagian ekonomik yang ada dalam
masyarakat. Apa yang diajarkan disekolah-sekolah mencerminkan
pandanngan-pandangan, nilai-nilai, dan kebutuhan-kebutuhan dari kelas penguasa.
Moralitas politik
dikembangkan dan dipaksakan dengan cara yang sama mencerminkan kelas penguasa.
Filsuf-filsuf, penulis-penulis teoretisian-teoretisian dari berbagai jenisnya
mencerminkan masyarakat itu dan merupakan wakil dari kelasnya. Meskipun
demikian, mereka bukan tidak jujur atau sengaja menipu massa. Marx hanya
menyatakan bahwa apa yang mereka percayai ditentukan oleh situasi sosial
mereka.
Baca Juga : Kritik Sastra Feminis
Kebutuhan kaum pekerja
dalam suatu lingkungan kelas sosial tidak dapat disamakan dengan kebutuhan orang
dari kelas atas. Begitu juga kepentingan-kepentingan dan kondisi-kondisi aktual
yang ada didalamnya mereka menjalani kehidupannya. Nilai-nilai, sikap-sikap mereka
ke arah pemilikan, gaya hidup mereka, berbeda dari yang ada pada kelas
penguasa.
Meskipun tergolong
sebagai golongan cendekiawan pada sekolah-sekolah yang merefleksikan idelologi pemegang
kekuasaan, meskipun tunduk pada konvensi
yang telah dibuat dirumuskan oleh penguasa.
Kondisi aktual
kehidupan mereka sendiri cepat atau lambat akan membuat mereka untuk dapat
mencerna berbagai hal dengan cara yang tidak sama dari para penguasa dan merefleksikan
kondisi aktual mereka secara berbeda.
Marx sebenarnya
menyadari bahwa perkembangan suatu masyarakat sesungguhnya rumit. Begitu pula
persoalan determinasi kondisi-kondisi kehidupan atas pikiran. Meskipun
demikian, bagi Marx, kemandirian relatif dari superstruktur-superstruktur itu
tidak dapat mengingkari peran determinasi yang utama dari infrastruktur, dasar
ekonomik, atas superstruktur.
Swingewood dalam
Faruk (1999:8) menyatakan bahwa dalam kesusastraan Marx sesungguhnya tidak
menerapkan teorinya secara ketat. Ia cenderung terombang-ambing di antara dua
kecenderungan yang bertentangan.
Di satu pihak
terdapat kecenderungannya untuk menempatkan kesusastraan sebagai gejala kedua belaka,
gejala yang ditentukan oleh infrastruktur sesuai dengan teorinya, tetapi di
lain pihak terlihat pula kecenderungannya untuk berkuasa di jabatan publik yang
cenderung otoriter pada kesusastraan, yaitu sebagai gejala pertama yang
menetukan dirinya sendiri.
Teori sosial Marxisme adalah satu
teori ilmiah kemasyarakatan dan teori ilmiah dari penerapan pentransformasian
masyarakat, konkritnya apa yang harus disampaikan Marxisme naratif adalah kisah
tentang pertarungan antara laki-laki dan perempuan dalam membebaskan diri dari
bentuk-bentuk eksploitasi dan tekanan tertentu (Eagleton, 2002).
Relevansi
pertarungan tersebut terhadap pembacaan Marxis tentang Paradise Lost ataupun Middlemarch
tidak muncul begitu saja. Tetapi jika ini suatu kesalahan, membatasi kajian Marxis
sebatas arsip-arsip akademik, sebab memiliki signifikasi yaitu peran yang
dimainkan dalam transformasi masyarakat.
Kajian Marxisme
merupakan bagian dari badan analisis teoritis yang lebih besar yang bertujuan untuk
memahami ideologi-ideologi, ide-ide, nilai-nilai dalam kurun waktu tertentu dan
sudah pasti semua ide, nilai, dan rasa hanya tersedia dalam kesusastraan.
Daftar
Rujukan
Eagleton, Terry. 1977. Marxism and Literary Criticism,
London: Methuen and Co Limited.
Eagleton, Terry. 2002. Marxisme
dan Kritik Sastra. Yogyakarta: Sumbu Yogyakarta.
Faruk. 1999. Pengantar
Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik sampai Post-Modernisme.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saraswati, Ekarini. 2003. Sosiologi
Sastra, Sebuah Pemahaman Awal. Malang: UMM Press.
Selden, Raman. (tanpa tahun). Panduan Pembaca Teori Sastra Masa Kini.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Post a Comment for "Teori Sosial Marxisme : Konsep dan Implementasi Marxisme"