Tokoh-Tokoh Sastra Marxisme Dunia
Pada postingan
sebelumnya, Artikel Kami sudah membahas mengenai teori sosial marxisme.Nah, pada kesempatan kali ini, yang akan dibahas
adalah mengenai tokoh-tokoh sastra marxisme. Jika bisa didefinisikan, tokoh-tokoh ini berusaha untuk
menyebarluaskan ideologi Marxisme melalui karya sastra. Untuk selengkapnya,
simak penjelasan berikut.
Dari pendapat tersebut tampak bahwa Plekanov memiliki pandangan yang mirip dengan Engels mengenai hubungan antara sastra dengan infrastrukturnya. Dimensi estetis sastra yang nonsosial merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam membaca dan menilai sastra.
Tokoh-Tokoh Sastra Marxisme
Pada awal
dicetuskannya teori sosial marxisme, penganut paham tersebut masih sangat
jarang. Faktor yang menyebabkan teori tersebut tidak berhasil disebarluaskan
adalah karena tidak adanya media yang cocok untuk menyebarluaskan ideologi
Marxisme.
Media yang kerap
kali digunakan untuk menyampaikan ideologi ini pada awalnya hanya pada forum
simposium dan diskusi ilmiah. Alhasil, rakyat Uni Soviet yang pada saat itu
rata-rata adalah kelas menengah-bawah, seakan gagal paham guna menerima ideoogi
ini. Sampai tercetuslah ide, untuk menyebarluaskan paham ini melalui media yang
lebih dekat dengan masyarakat, yaitu karya sastra.
Karena sifatnya yang
fleksibel, terjangkau, dan mudah dicerna masyarakat membuat penyebaran paham
ini berkembang pesat hingga pada akhirnya menyebar ke seluruh penjuru Uni
Soviet. Berikut adalah tokoh-tokoh
Marxime yang menyebarluaskan ideologinya melalui karya sastra.
Karl Marx dan Frederick Engels
Tokoh pertama dan
namanya yang diabadikan sebagai suatu aliran marxis adalah Karl Marx dan
Frederick Engels. Mereka berasal dari Jerman dengan bukunya (dokumen) Manifesto
Komunis yang berisi sejarah sosial manusia yang tak lain adalah sejarah perjuangan
kelas. Untuk memahami pandangan Karl Marx dan Frederich Engels tentang sastra
sebaiknya terlebih dahulu mengetahui pemikirannya tentang kelas-kelas ekonomi.
Menurut Marx susunan
masyarakat dalam bidang ekonomi yang dinamakan bangunan bawah menentukan
kehidupan sosial, politik, intelektual, dan kultural bangunan atas.
Sejarah dipandangnya
sebagai suatu perkembangan terus-menerus, daya-daya kekuatan didalam kenyataan
secara progresif merekah dan ini semuannya menuju masyarakat yang ideal tanpa
kelas. Evolusi tersebut tidak berjalan dengan halus, tetapi secara
tersendat-sendat.
Hubungan-hubungan
ekonomi menimbulkan berbagai kelas yang saling bermusuhan, ini mengakibatkan
pertentangan kelas yang akhirnya dimenangkan oleh suatu kelas tertentu. Hubungan
produksi yang baru seterusnya menimbulkan suatu kelas baru yang melawan kelas
yang sedang berkuasa dan dengan dmikian tercapailah suatu tahap baru dalam
pertentangan kelas.
Dalam teori
ekonominya Marx terutama menerangkan bagaimana pertentangan antara kelas
borjuis dan proletar yang jaya akan melaksanakan masyarakat tanpa kelas.
Perubahan bangunan bawah mengakibatkan perubahan dalam bangunan atas. Bagi
Marx, sastra sama dengan dengan gejala-gejala kebudayaan lainnya mencer,minkan
hubungan ekonomi, sebuah karya sastra hanya dapat dimengerti apabila dikaitkan
sengan hubungan-hubungan terasebut.
Perhatian Marx
terhadap karya sastra dapat dilihat dari surat-surat atau karangan-karangannya
yang tampak betapa Marx menghargai sebuah lukisan mengenai kenyataan masyarakat
didalam sastra yang sesuai dengan contohnya, namun ia juga tidak buta terhadap
nilai-nilai sastra.
Ia menolak pandangan
deterministik yang sempit, seolah-olah perubahan dalam bangunan atas langsung diakibatkan
oleh perubahan dalam bangunan bawah. Hubungan antara produksi ekonomi di satu
pihak dan produksi artistik di lain pihak tidak seimbang.
Pendapat Marx
tentang sastra yang masih abstrak diatas diuraikan lebih lanjut oleh Engels.
Menurut Engels sastra adalah cermin pemantul proses sosial dengan konsep-konsep
bahwa: 1) tendensi politik penulis haruslah disajikan secara tersirat saja.
Semakin tersembunyi pandangan si penulis semakin bermutulah karya yang
ditulisnya; 2) setiap novelis yang berusaha mencapai realisme baru mampu
menciptakan tokohh-tokoh yang representatif dalam karya-karyanya.
Lenin
Lenin merupakan orang
yang berjasa dan dapat dipandang sebagai peletak dasar bagi kritik sastra
Marxis. Ia menulis lebih banyak daripada Marx tentang masalah-masalah teoritis
yang berkaitan dengan sastra dan mengembangkan suatu visi yang jelas tentang
sastra.
Ini terutama
disebabkan karena ia berpendapat bahwa sastra merupakan suatu sarana penting
dalam perjuangan proletariat melawan
kapitalisme. Adapun pandangan Lenin terhadap sastrra meliputi: a. sastra terikat akan kelas-kelas yang ada
di dalam masyarakat, b. sastra mencerminkan kenyataan sebagai ungkapan
pertentangan kelas, c. sastra harus dapat membangun masyarakat, d. tiga syarat
ikatan partai, dan e. adanya suatu dialektika antara sastra dan kenyataaan.
Pertama, sastra terikat akan
kelas-kelas yang ada di dalam masyarakat. Dari Marx, Lenin meminjam pandangan,
bahwa sastra terikat akan kelas-kelas yang ada di dalam masyarakat.
Kedua, sastra mencerminkan kenyataan
sebagai ungkapan pertentangan kelas. Bocaccio melawan kaum rohaniwan feodal dalam
kumpulan ceritanya Decomerone yang
menelanjangi kebwejatan para rahib. Pada zamannya Anna Karerina akibat tragis pernikahan yang tidak bahagia.
Ketiga, sastra harus membangun masyarakat.
Tetapi sastra hanya mencerminkan kenyataan, sastra dapat dan harus turut
membangun masyarakat. Hal ini telah diuraikan secara jelas oleh kritisi sastra
Rusia pada abad ke-19.
Baca Juga : Problematika Sosiologi Sastra
Lenin terutama dipengaruhi
oleh Tsjernysjevski (1828-1889) yang menempatkan sastra di bawah perubahan-perubahan
yang harus terjadi di dalam masyarakat. Sastra harus berperan sebagai guru, dan
harus menjalannkan fungsi didaktik. Sastra hendaknya tidak hanya membuka mata
orang bagi kekurangan-kekurangan di dalam tata masyarakat, tetapi juga
menunjukkan jalan keluar.
Tsjernysjevski
memaparkan ide-idenya dalam sebuah novel yang cukup skematik dan moralistik . Apa yang Harus Diperbuat? adalah salah
satu karya terpenting Lenin pada abad ke-19.
Keempat, tiga syarat ikatan partai. Dalam
sebuah karangan yang ditulisnya pada tahun 1905, Lenin memaparkan apa yang diharapkannya
dari sastra.Tulisan itu berjudul “Organisasi Partai dan Sastra Partai”.
Dalam karangan
tersebut Lenin tidak secara eksplisit membahas sastra, melainkan meneropong
tulisan jurnalistik dan publistik. Dalam karangan itu, Lenin mengutarakan
pengertian mengenai “ikatan partai” yang menetapkan tiga syarat bagi sastra: 1)
sastra harus mempunyai suatu fungsional; 2) sastra harus mengabdi keoada rakyat
banyak; 3) sastra harus menjadi suatu bagian dalam kegiatan partai komunis.
Kelima, hubungan dialektik antara sastra
dan kenyataan. Pada tahun 1934 diletakkan bagi realisme sosialis yang sampai
sekarang ini melandasi pandangan resmi mengenai kesenian di Uni Soviet. Aliran
realisme sosialis, sesuai dengan pandangan Lenin, mengandalkan adanya suatu
hubungan dialektik antara sastra dengan kenyataan.
Dari suatu pihak
kenyataan tercermin dalam satra sehingga sastra dianggap menyajikan suatu
tafsiran yang tepat mengenai hubungan-hubungan di dalam masyarakat (realisme),
di lain pihak sastra juga mempengaruhi kenyataan sehingga mempunyai tugas
mendampingi partai komunis dalam perjuangannnya membangun suatu masyarakat baru
yang lebih baik (sosialistik).
Realisme sosialis
menuntut dari para pengarang agar melukiskan kenyataan dalam perkembangan
revolusionernya, selaras dengan kebenaran dan fakta sejarah. Selain itu
pelukisan yang bersifat artistik itu hendak digabungkan dengan tugas mendidik
kaum buruh sesuai dengan semangat komunis.
Dengan demikian
sastra dibebani dua tugas yang berbeda-beda sastra hendaknya melukiskan
kenyataan selaras dengan kebenaran, tetapi sekaligus kenyataan itu ingin
diubahnya.
Prinsip-prinsip
realisme sosialis dapat dilacak kembali pada teori marxis mengenai proses
perkembangan sejarah. Pandangan Lenin menunjukkan bahwa partai harus memainkan
peranan sebagai pemimpin dalam proses tersebut. Pengarang-pengarang pun harus
tunduk kepada pemimpin partai.
Dalam pandangan
Lenin ini tidak menimbulkan kesukaran, karena seorang pengarang baru bebas
dalam arti sesungguhnya bila melepaskan diri dari individualisme borjuis dan mengabdikan diri pada perjuangan
komunis. Penentuan sikap ini langsung mengakibatkan sistem sensor.
Dalam pandangan
partai itu dapat dimengerti bahwa siapa yang tidak mau memberikan sumbangan
bagi pembangunan negara yang ideal adalah tidak berguna, tetapi bagi para
pengarang dan sastra sendiri dalil tersebut mengakibatkan mala petaka. Kematian
atau pengucilan adalah harga yang harus dibayar oleh banyak pengarang, dan para
kritisi resmipun sepakat, bahawa Soviet tidak atau belum mencapai taraf sastra
Rusia pada abad kesembilan belas.
Lukacs
Lukacs merupakan
orang yang berjasa menyebarkan ajaran Marx di Rusia. Dia merupakan pimpinan
sebuah partai di Rusia. Lewat Lukacslah Rusia mengenal aliran Marx ini. Menurut
Lukacs kenyataan mempunyai berbagai tahap.
Kulit luar secara
langsung dapat diamati, tetapi terdapat juga unsur-unsur dan
kecenderungan-kecenderungan dalam kenyataan yang terus menerus berubah, tetapi
yang secara teratur, menurut suatu hukum tertentu, selalu kembali. Pemikiran
Lukacs mencakup: a. tugas kesenian menampilkan kenyataan, dan b. sastra
menampilkan yang khas dan universal.
Pertama, tugas
kesenian ialah menampilkan kenyataan dalam keseluruhannya. Seni yang sejati
tidak merekam kenyataan bagaikan sebuah tustel foto, tetapi melukiskan
kenyataan dalam keseluruhannya. Yang merupakan aspek paling penting di dalam
kenyataan ialah masalah kemajuan manusia.
Seorang pengarang
besar yang melukiskan kenyataan dalam keseluruhannya, tidak dapat mengabaikan
masalah tersebut dan harus mengambil sikap terhadap masalah itu, ia harus
melibatkan diri.
Kedua, sastra
menampilkan yang khas dan universal. Pandangan Lukacs terhadap sastra yang menampilkan
yang khas, dan universal mirip dengan pandangan Aristoteles. Dengan melukiskan
yang khusus diperlihatkan hakikatnya sehinggga sastra menciptakan tokoh-tokoh,
situasi-situasi dan peristiwa yang khas karena menampilkan kenyataan sosial
dalam keseluruhannya.
Berdasarkan hubungan
antara yang khusus dan yang umum, maka Lukacs lebih menyukai
pengarang-pengarang realis abad ke-19 dan menolak pengarang-pengarang
naturalis, karena mereka demikian terikat pada teknik kepengarangan, sehingga
tidak menyentuh hakikat kenyataan dan hanya berkisar pada kulit gejala-gejala.
Sastra ditulis
berdasarkan pada pandangan tertentu:
a. Tema dasar
tulisan Lukacs adalah keruntuhan realisme borjuis pada paroh kedua abad ke
Sembilan belas dan penggantiannya oleh sastra teknis yang nampaknya bagus,
namun tak berharga sama sekali.
b. Modernisme hanya
mampu melihat manusia sebagai makhluk putus asa yang terasing, bahwa modernisme
sengaja mengingkari kenyataan yang seutuh-utuhnya, bahwa modernisme hanya
merupakan gerakan kesenian, tetapi justru mengingkarinya.
c. Sastra ditulis berdasarkan pandangan
tertentu.
d. Sastrawan
modernis James Joyce, Marcel Proust dan Samuel Beckett. Penulis realis Charles
Dicens dan Honore de Balzac.
e. Keunggulan
realism terletak pada keunggulannya menciptakan tipe yang bersumber pada
kesadaran penulis akan perubahan sosial yang progresif.
f. Dua gagasan kunci
adalah keyakinan akan timbulnya suatu realism baru yang segar, realisme
sosialis yang akan mengatasi humanisme borjuis yang lapuk.
Bertolt Brecht
Polemik yang paling
menarik ialah terjadi antara Lukacs dan pengarang drama Jerman, Bertolt Brecht.
Seperti Lukacs, maka Brecht pun berpendapat bahwa seorang pengarang tidak dapat
bersikap netral, ia harus memperjuangkan kepentingan kaum buruh.
Tetapi menurut
Brecht, pada abad 20 ini tidak dapat diperjuangkan dengan berkiblat pada
realisme abad ke-19. Keadaan masyarakat telah berubah secara mendalam dan
menuntut bentuk-bentuk kesenian lain yang serasi dengan perkembangan masyarakat. Selaku seorang
seniman yang aktif Brecht tidak begitu dogmatik seperti Lukacs yang berteori
saja.
Brecht bahkan
mempertanyakan pendapat Lucaks bahwa seni harus mencerminkan kenyataan. Menurut
Brecht seni harus bertujuan mengubah masyarakat. Dalam karya-karya pentasnya
Brecht melawan teater tradisional yang hanya menyajikan sebuah ilusi yang
melapisi kenyataan dengan gula manis. Karya Brecth bercirikan “efek
pengasingan”, memperlihatkan pertentangan-pertentangan yang menyangkut
masalah-masalah pokok.
Tamatnya sering
terbuka, artinya penonton sendiri dipersilahkan memilih pemecahan. Para pelaku
sengaja memperlihatkan, bahwa mereka hanya main sandiwara saja, sehingga
identifikasi dipersukar, baik penonton maupun pelaku tidak demikian saja
mempersatukan perilaku dengan perannya. Teks pentas diselingi film dengan
nyanyian, sehingga para penonton dirangsang untuk merenungkan secara aktif dan
kritis situasi masyarakat.
Selain Brecht ada
kritisi neomarxis lainnya yang mempunyai keberatan terhadap pendapat Lukacs
yang ortodok itu. Tetapi mereka tetap setia pada titik pangkal kritik sastra
marxis, yakni satra mencerminkan kenyataan di dalam masyarakat dan merupakan
sarana untuk memahaminya.
Di Jerman Walter
Benjamin dan Theodor Ardono menekankan bahwa setiap zaman mempunyai teknik
sastra sendiri yang selalu berubah. Di Perancis, Lucien Gold-man berusaha untuk
mengaitkan sastra pada pada suatu kurun waktu tertentu dengan sistem ideologis
yang sedang berkuasa. Dalam telaahnya Le
Dien Cache (Tuhan yang tersembunyi) ia meneliti titik-titik pertemuan
antara sastra Perancis abad ke-17 (Racine, Pascal) dengan aliran Jansenisme di
bidang gereja dan negara.
Zima
Zima merupakan tokoh
berikutnya yang berkecimpung di bidang sastra. Menurut peneliti sastra Zima
yang berasal dari Ceko tetapi tinggal di negeri Belanda, dalam sosiologi sastra
para ahli terlalu cepat mengandaikan adanya suatu analogi atau kemiripan atara
teks fiksi dan kenyataan. Ia bersedia menerima adanya suatu hubungan, jika teks
maupun konteks sosial dilukiskan sebagai struktur-struktur.
Kritik sastra marxis menafsirkan sastra sebagai suatu gambar mengenai
kenyataan sosial atau sebagai suatu yang menjadikan pembaca sadar mengenai
kenyataan masya-rakat atau kekurangannya. Sejauh sastra berhasil
mencapai sasaran tersebut ditentukan pula penilaian positif mengenai sastra.
Pandangan umum yang berlaku mengenai hubungan antara sastra dan marxisme
adalah bahwa di beberapa negara komunis seperti Rusia dan Cina, pemerintah mengharuskan
pengarangnya untuk menuruti garis pantai sehingga negara-negara tersebut
tidak pernah lahir karya besar. Sastra yang melenceng dari garis pantai yang
dianggap tidak sesuai untuk masyarakat.
Sastra dan pengarang
memegang peranan sangat penting dalam strategi komunis. Begitu penting peran
sastra dalam masyarakat, sehinggga ia harus selalu diawasi. Komunisme dimanapun
memberikan dorongan bagi perkembangannya sastra, hanya saja sastra tidak
diperkenankan berkembang.
Sastra sangat erat
hubungannya dengan kehidupan spiritual manusia, dan komunisme memang
mengagungkan manusia. Namun pengagungan itu sedemikian “tingginya” sehingga manusia
tidak boleh berbuat keliru secara pribadi, tidak boleh memiliki ambisi, dan
tidak boleh memiliki kebebasan pribadi.
Georgy Valentinovich Plekanov
Georgy Valentinovich Plekanov (11 Desember 1857 - 30 Mei 1918), adalah
seo-rang
revolusioner sekaligus pendiri organisasi marxisme
pertama di Rusia :
Kelompok
Emansipasi Buruh (Emancipation of
Labour group); dan dikenal sebagai "Bapak Marxisme Rusia".
Karya-karya terbaiknya pada bidang sejarah, filsafat, estetika, sosial, dan politik,
khususnya filsafat materialisme historis, merupakan kontribusi yang
sangat berharga bagi perkembangan pemikiran ilmiah dan budaya progresif.
Setelah Kelompok Emansipasi Buruh dibubarkan, Plekanov kemudian bergabung
dengan RSDLP,
Partai Demokrasi Sosial Rusia.
Georgey
Plekanov menyatakan bahwa dalam sastra,
gagasan yang mengandung muatan ideologis harus dinyatakan secara figuratif,
sesuai dengan kenyataan yang melingkunginya. Seni adalah cermin kehidupan
sosial, tetapi memiliki insting estetik yang sama sekali nonsosial dan tak
terikat pada kondisi sosial tertentu.
Dari pendapat tersebut tampak bahwa Plekanov memiliki pandangan yang mirip dengan Engels mengenai hubungan antara sastra dengan infrastrukturnya. Dimensi estetis sastra yang nonsosial merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam membaca dan menilai sastra.
Daftar
Rujukan
Eagleton, Terry. 1977. Marxism and Literary
Criticism, London: Methuen and Co Limited.
Eagleton, Terry. 2002. Marxisme
dan Kritik Sastra. Yogyakarta: Sumbu Yogyakarta.
Faruk. 1999. Pengantar
Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik sampai Post-Modernisme.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saraswati, Ekarini. 2003. Sosiologi
Sastra, Sebuah Pemahaman Awal. Malang: UMM Press.
Post a Comment for "Tokoh-Tokoh Sastra Marxisme Dunia"